Selasa, 03 November 2015

Disodok 2 kontol

Disodok 2 kontol - Aku, seorang model yunior, diperkenalkan oleh temanku pada seorang fotografer ternama supaya aku bisa diorbitkan menjadi model terkenal. Temanku ngasi tau bahwa om Andi, demikian dia biasanya dipanggil, doyan daun muda. Bagiku gak masalah, asal benar2 dia bisa mendongkrak ratingku sehingga menjadi ternama. Om Andi membuat janjian untuk sesi pemotretan di vilanya di daerah Puncak. Pagi2 sekali, pada hari yang telah ditentukan, om andi menjemputku. Bersama dia ikut juga asistennya, Joko, seorang anak muda yang cukup ganteng, kira2 seumuran denganku. Tugas Joko adalah membantu om Andi pada sesi pemotretan. Mempersiapkan peralatan, pencahayaan, sampe pakaian yang akan dikenakan model. Om And sangat profesional mengatur pemotretan, mula2 dengan pakaian santai yang seksi, yang menonjolkan lekuk liku tubuhku yang memang bahenol. Pemotretan dilakukan di luar. Bajunya dengan potongan dada yang rendah, sehingga toketku yang besar montok seakan2 mau meloncat keluar. Joko terlihat menelan air liurnya melihat toketku yang montok. Pasti dia ngaceng keras, karena kulihat di selangkangan jins nya menggembung. Aku hanya membayangkan berapa besar kontolnya, itu membuat aku jadi blingsatan sendiri.

Setelah itu, om Andi mengajakku melihat hasil pemotretan di laptopnya, dia memberiku arahan bagaimana berpose seindah mungkin. Kemudian sesi ke2, dia minta aku mengenakan lingeri yang juga seksi, minim dan tipis, sehingga aku seakan2 telanjang saja mengenakannya. Pentil dan jembutku yang lebat membayang di kain lingerie yang tipis. Jokopun kayanya gak bisa konsentrasi melihat tubuhku. Aku yakin kontolnya sudah ngaceng sekeras2nya. Om And mengatur gayaku dan mengambil poseku dengan macam2 gaya tersebut. Tengkurap, telentang, ngangkang dan macem2 pose yang seksi2. Kembali om Joko memberiku arahan setelah membahas hasil pemotretannya. Sekarang sekitar jam 12 siang, om Andi minta Joko untuk membeli makan siang. Sementara itu aku minta ijin untuk istirahat dikolam renang aja. Om Andi memberiku bikini yang so pasti seksi dan minim untuk dikenakan. Tanpa malu2 segera aku mengenakan bikini itu. Benar saja, bikininya minim sehingga hanya sedikit bagian tubuhku yang tertutupinya. Aku berbaring di dipan dibawah payung. Karena lelah akibat sesi pemotretan yang padat dan angin sepoi2, aku tertidur.
Ditengah tidurku aku merasakan ada sesuatu yang meraba-raba tubuhku, tangan itu mengelus pahaku lalu merambat ke dadaku. Ketika tangan itu menyentuh selangkanganku tiba-tiba mataku terbuka, aku melihat om Andi sedang menggerayangi tubuhku. “Nes, kamu seksi sekali, om jadi napsu deh ngeliatnya. Om jadi pengen ngentotin Ines, boleh gak Nes. Nanti om bantu kamu untuk jadi model profesional”, katanya. Karena sudah diberi tahu temanku, aku tidak terlalu kaget mendengar permintaannya yang to the point. “Ines sih mau aja om, tapi nanti Joko kalo dateng gimana”, tanyaku. Om and segera meremas2 toketku begitu mendengar bahwa aku gak keberatan dientot. “Kamu kan udah sering dientot kan Nes, nanti kalo Joko mau kita main ber 3 aja, asik kan kamunya”, katanya sambil tersenyum.

Aku diam saja, om Andi berbaring di dipan disebelahku. Segera aku dipeluknya, langsung dia menciumku dengan ganas. Tangannya tetap aktif meremas2 toketku, malah kemudian mulai mengurai tali bra bikiniku yang ada ditengkuk dan dipunggung sehingga toketku pun bebas dari penutup. Dia semakin bernapsu meremas toketku. “Nes, toket kamu besar dan kenceng, kamu udah napsu ya Nes. Mana pentilnya gede keras begini, pasti sering diisep ya Nes”.
Dia duduk di pinggir dipan dan mulai menyedot toketku, sementara aku meraih kontolnya serta kukocok hingga kurasakan kontol itu makin mengeras. Aku mendesis nikmat waktu tangannya membelai selangkanganku dan menggosok-gosok nonokku dari luar. “Eenghh.. terus om.. oohh!” desahku sambil meremasi rambut om Andi yang sedang mengisap toketku. Kepalanya lalu pelan-pelan merambat ke bawah dan berhenti di puserku. Aku mendesah makin tidak karuan ketika lidahnya bermain-main di sana ditambah lagi dengan jarinya yang bergerak keluar masuk nonokku dari samping cd bikini ku. Aku sampai meremas-remas toket dan menggigit jariku sendiri karena tidak kuat menahan rasanya yang geli-geli enak itu hingga akhirnya tubuhku mengejang dan nonokku mengeluarkan cairan hangat. Dengan merem melek aku menjambak rambut om andi. Segera tangannya pun mengurai pengikat cd bikiniku sehingga aku sudah telanjang bulat terbaring dihadapannya, siap untuk digarap sepuasnya. Dia segera menyeruput nonokku sampai kurasakan cairanku tidak keluar lagi, barulah om Andi melepaskan kepalanya dari situ, nampak mulutnya basah oleh cairan cintaku. “Jembut kamu lebat ya Nes, pasti napsu kamu besar. Kamu gak puas kan kalo cuma dientot satu ronde”, katanya.

Belum beres aku mengatur nafasku yang memburu, mulutku sudah dilumatnya dengan ganas. Kurasakan aroma cairan cintaku sendiri pada mulutnya yang belepotan cairan itu. Aku agak kewalahan dengan lidahnya yang bermain di rongga mulutku. Setelah beberapa menit baru aku bisa beradapatasi, kubalas permainan lidahnya hingga lidah kami saling membelit dan mengisap. Cukup lama juga kami berpagutan, dia juga menjilati wajahku sampai wajahku basah oleh liurnya. “Ines ga tahan lagi om, Ines emut kontol om ya” kataku. Om Andi langsung bangkit dan berdiri di sampingku, melepaskan semua yang nempel dibadanya dan menyodorkan kontolnya. kontolnya sudah keras sekali, besar dan panjang. Tipe kontol yang menjadi kegemaranku. Masih dalam posisi berbaring di dipan, kugenggam kontolnya, kukocok dan kujilati sejenak sebelum kumasukkan ke mulut.
Mulutku terisi penuh oleh kontolnya, itu pun tidak menampung seluruhnya paling cuma masuk 3/4nya saja. Aku memainkan lidahku mengitari kepala kontolnya, terkadang juga aku menjilati lubang kencingnya sehingga om andi bergetar dan mendesah-desah keenakan. Satu tangannya memegangi kepalaku dan dimaju-mundurkannya pinggulnya sehingga aku gelagapan. “Eemmpp.. nngg..!” aku mendesah tertahan karena nyaris kehabisan nafas, namun tidak dipedulikannya. Kepala kontol itu berkali-kali menyentuh dinding kerongkonganku. Kemudian kurasakan ada cairan memenuhi mulutku. Aku berusaha menelan pejunya itu, tapi karena banyaknya pejunya meleleh di sekitar bibirku. Belum habis semburannya, dia menarik keluar kontolnya, sehingga semburan berikut mendarat disekujur wajahku. Kuseka wajahku dengan tanganku. Sisa-sisa peju yang menempel di jariku kujilati sampai habis. Saat itu mendadak pintu pager terbuka dan Joko muncul dari sana, dia melongo melihat kami berdua yang sedang bugil. “Jok, mau ikutan gak”, tanya om Andi sambil tersenyum. “Kita makan dulu ya”. Segera kita menyantap makanan yang dibawa Joko sampai habis. Sambil makan, kulihat jakunnya Joko turun naik melihat kepolosan tubuhku, meskipun agak gugup matanya terus tertuju ke toketku. Aku mengelus-elus kontolnya dari luar celananya, membuatnya terangsang.

Akhirnya Joko mulai berani memegang toketku, bahkan meremasnya. Aku sendiri membantu melepas kancing bajunya dan meraba-raba dadanya. “Nes, toketnya gede juga ya.. enaknya diapain ya”, katanya sambil terus meremasi toketku. Dalam posisi memeluk itupun aku perlahan membuka pakaiannya. Nampaklah kontolnya cukup besar, walaupun tidak sebesar kontol om Andi, tapi kelihatannya lebih panjang. Kugenggam kontolnya, kurasakan kontolnya bergetar dan mengeras. Pelan-pelan tubuhku mulai menurun hingga berjongkok di hadapannya, tanpa basa-basi lagi kumasukkan kontolnya ke mulut, kujilati dan kuemut-emut hingga Joko mengerang keenakan. “Enak, Jok”, tanya om Andi yang memperhatikan Joko agak grogi menikmati emutanku.
Om andi lalu mendekati kami dan meraih tanganku untuk mengocok kontolnya. Secara bergantian mulut dan tanganku melayani kedua kontol yang sudah menegang itu. Tidak puas hanya menikmati tanganku, sesaat kemudian om andi pindah ke belakangku, tubuhku dibuatnya bertumpu pada lutut dan kedua tanganku. Aku mulai merasakan kontolnya menyeruak masuk ke dalam nonokku. Seperti biasa, mulutku menganga mengeluarkan desahan meresapi inci demi inci kontolnya memasuki nonokku. Aku dientotnya dari belakang, sambil menyodok, kepalanya merayap ke balik ketiak hingga mulutnya hinggap pada toketku. Aku menggelinjang tak karuan waktu pentil kananku digigitnya dengan gemas, kocokanku pada kontol Joko makin bersemangat.
Rupanya aku telah membuat Joko ketagihan, dia jadi begitu bernafsu memaju-mundurkan pinggulnya seolah sedang ngentot. Kepalaku pun dipeganginya dengan erat sampai kesempatan untuk menghirup udara segar pun aku tidak ada. Akhirnya aku hanya bisa pasrah saja dientot dari dua arah oleh mereka, sodokan dari salah satunya menyebabkan kontol yang lain makin menghujam ke tubuhku. kontol Om Andi menyentuh bagian terdalam dari nonokku dan ketika kontol Joko menyentuh kerongkonganku, belum lagi mereka terkadang memainkan toket atau meremasi pantatku. Aku serasa terbang melayang-layang dibuatnya hingga akhirnya tubuhku mengejang dan mataku membelakak, mau menjerit tapi teredam oleh kontol Joko. Bersamaan dengan itu pula gentotan Om Andi terasa makin bertenaga. Kami pun nyampe bersamaan, aku dapat merasakan pejunya yang menyembur deras di dalamku, kemudian meleleh keluar lewat selangkanganku.
Setelah nyampe, tubuhku berkeringat, mereka agaknya mengerti keadaanku dan menghentikan kegiatannya. “Nes, aku pengen ngentotin nonok kamu juga”, kata Joko. Aku cuma mengangguk, lalu dia bilang lagi, “Tapi Ines istirahat aja dulu, kayanya masih cape deh”. Aku turun ke kolam, dan duduk berselonjor di daerah dangkal untuk menyegarkan diriku. Mereka berdua juga ikut turun ke kolam, om andi duduk di sebelah kiriku dan Joko di kananku. Kami mengobrol sambil memulihkan tenaga, selama itu tangan jahil mereka selalu saja meremas atau mengelus dada, paha, dan bagian sensitif lainnya.

“Nes, aku masukin sekarang aja ya, udah ga tahan daritadi belum rasain nonok kamu” kata Joko mengambil posisi berlutut di depanku. Dia kemudian membuka pahaku setelah kuanggukan kepala,dia mengarahkan kontolnya yang panjang dan keras itu ke nonokku, tapi dia tidak langsung menusuknya tapi menggesekannya pada bibir nonokku sehingga aku berkelejotan kegelian dan meremas kontol om andi yang sedang menjilati leher di bawah telingaku. “Aahh.. Jok, cepet masukin dong, udah kebelet nih!” desahku tak tertahankan. Aku meringis saat dia mulai menekan masuk kontolnya. Kini nonokku telah terisi oleh kontolnya yang keras dan panjang itu, yang lalu digerakkan keluar masuk nonokku. “Wah.. seret banget nonok kamu Nes”, erangnya. Setelah 15 menit dia gentot aku dalam posisi itu, dia melepas kontolnya lalu duduk berselonjor dan manaikkan tubuhku ke kontolnya. Dengan refleks akupun menggenggam kontol itu sambil menurunkan tubuhku hingga kontolnya amblas ke dalam nonokku. Dia memegangi kedua bongkahan pantatku, secara bersamaan kami mulai menggoyangkan tubuh kami. Desahan kami bercampur baur dengan bunyi kecipak air kolam, tubuhku tersentak-sentak tak terkendali, kepalaku kugelengkan kesana-kemari, kedua toketku yang terguncang-guncang tidak luput dari tangan dan mulut mereka. Joko memperhatikan kontolnya sedang keluar masuk di nonokku.

Goyangan kami terhenti sejenak ketika om andi tiba-tiba mendorong punggungku sehingga pantatku semakin menungging dan toketku makin tertekan ke wajah Joko. om andi membuka pantatku dan mengarahkan kontolnya ke sana. “Aduuh.. pelan-pelan om, sakit ” rintihku waktu dia mendorong masuk kontolnya. Bagian bawahku rasanya sesak sekali karena dijejali dua kontol kontol besar. Kami kembali bergoyang, sakit yang tadi kurasakan perlahan-lahan berubah menjadi rasa nikmat. Aku menjerit sejadi-jadinya ketika om andi menyodok pantatku dengan kasar, kuomeli dia agar lebih lembut dikit. Bukannya mendengar, om andi malah makin buas menggentotku. Joko melumat bibirku dan memainkan lidahnya di dalam mulutku agar aku tidak terlalu ribut. Hal itu berlangsung sekitar 20 menit lamanya sampai aku merasakan tubuhku seperti mau meledak, yang dapat kulakukan hanya menjerit panjang dan memeluk Joko erat-erat sampai kukuku mencakar punggungnya. Selama beberapa detik tubuhku menegang sampai akhirnya melemas kembali dalam dekapan Joko. Namun mereka masih saja memompaku tanpa peduli padaku yang sudah lemas ini. Erangan yang keluar dari mulutku pun terdengar makin tak bertenaga. Tiba-tiba pelukan mereka terasa makin erat sampai membuatku sulit bernafas, serangan mereka juga makin dahsyat, pentilku disedot kuat-kuat oleh Joko, dan om andi menjambak rambutku. Aku lalu merasakan peju hangat menyembur di dalam nonok dan pantatku, di air nampak sedikit cairan peju itu melayang-layang. Mereka berdua pun terkulai lemas diantara tubuhku dengan kontol masih tertancap.

Setelah sisa-sisa kenikmatan tadi mereda, akupun mengajak mereka naik ke atas. Sambil mengelap tubuhku yang basah kuyup, aku berjalan menuju kamar mandi. Mereka mengikutiku dan ikut mandi bersama. Disana aku cuma duduk, merekalah yang menyiram, menggosok, dan menyabuniku tentunya sambil menggerayangi. nonok dan toketku paling lama mereka sabuni sampai aku menyindir “Lho.. kok yang disabun disitu-situ aja sih, mandinya ga beres-beres dong, dingin nih” disambut gelak tawa kami. Setelah itu, giliran akulah yang memandikan mereka, saat itulah nafsu mereka bangkit lagi, akupun mengemut kontol mereka secara bergantian sehingga langsung saja napsu mereka memuncak. aku segera diseret ke ranjang.

Om andi mendapat giliran pertama, kelihatannya mereka dia main berdua aja dengan ku. Jembutku yang lebat langsung menjadi sasaran, kemudian salah satu jarinya sudah mengelus2 nonokku. Otomatis aku mengangkangkan pahaku sehingga dia mudah mengakses nonokku lebih lanjut. Segera kontolnya yang besar, panjang dan sangat keras aku genggam dan kocok2. “Nes, diisep dong”, pintanya. Kepalanya kujilat2 sebentar kemudian kumasukkan ke mulutku. Segera kekenyot pelan2, dan kepalaku mengangguk2 memasukkan kontolnya keluar masuk mulutku, kenyotanku jalan terus. “Ah, enak Nes, baru diisep mulut atas aja udah nikmat ya, apalagi kalo yg ngisep mulut bawah”, erangnya keenakan. Tangannya terus saja mengelus2 nonokku yang sudah basah karena napsuku sudah memuncak. “Nes, kamu udah napsu banget ya, nonok kamu udah basah begini”, katanya lagi. kontolnya makin seru kuisep2nya. Kulihat Joko sedang mengelus2 kontolnya yang sudah ngaceng berat melihat om Andi menggarap aku.

Tiba2 dia mencabut kontolnya dari mulutku dan segera menelungkup diatas badanku. kontolnya diarahkan ke nonokku, ditekannya kepalanya masuk ke nonokku. terasa banget nonokku meregang kemasukan kepala kontol yang besar, dia mulai mengenjotkan kontolnya pelan, keluar masuk nonokku. Tambah lama tambah cepat sehingga akhirnya seluruh kontolnya yang panjang ambles di nonokku. “Enak om , kontol om bikin nonok Ines sesek, dienjot yang keras om “, rengekku keenakan. enjotan kontolnya makin cepat dan keras, aku juga makin sering melenguh kenikmatan, apalagi kalo dia mengenjotkan kontolnya masuk dengan keras, nikmat banget rasanya. Gak lama dientot aku udah merasa mau nyampe, “om lebih cepet ngenjotnya dong, Ines udah mau nyampe”, rengekku. “Cepat banget Nes, om belum apa2″ jawabnya sambil mempercepat lagi enjotan kontolnya. Akhirnya aku menjerit keenakan “Om, Ines nyampe mas , aah”, aku menggelepar kenikmatan. Dia masih terus saja mengenjotkan kontolnya keluar masuk dengan cepat dan keras. Tiba2 dia mencabut kontolnya dari nonokku. “Kok dicabut om, kan belum ngecret”, protesku. Dia diem saja tapi menyuruh aku menungging di pinggir ranjang, rupanya dia mau gaya anjing. “Om, masukkin dinonok Ines aja ya, kalo dipantat gak asik”, pintaku. Dia diam saja. Segera kontolnya ambles lagi di nonokku dengan gaya baru ini. Dia berdiri sambil memegang pinggulku. Karena berdiri, enjotan kontolnya keras dan cepat, lebih cepat dari yang tadi, gesekannya makin kerasa di nonokku dan masuknya rasanya lebih dalem lagi, “Om , nikmat”, erangku lagi. Jarinya terasa mengelus2 pantatku, tiba2 salah satu jarinya disodokkan ke lubang pantatku, aku kaget sehingga mengejan. Rupanya nonokku ikut berkontraksi meremas kontol besar panjang yang sedang keluar masuk, “Aah Nes, nikmat banget, empotan nonok kamu kerasa banget”, erangnya sambil terus saja mengenjot nonokku. Sementara itu sambil mengenjot dia agak menelungkup di punggungku dan tangannya meremas2 toketku, kemudian tangannya menjalar lagi ke itilku, sambil dientot itilku dikilik2nya dengan tangannya. Nikmat banget dientot dengan cara seperti itu. “Om , nikmat banget ngentot sama om , Ines udah mau nyampe lagi. Cepetan enjotannya om ,” erangku saking nikmatnya. Dia sepertinya juga udah mau ngecret, segera dia memegang pinggulku lagi dan mempercepat enjotan kontolnya. Tak lama kemudian, “Om, Ines mau nyampe lagi, om , cepetan dong enjotannya, aah”, akhirnya aku mengejang lagi keenakan. Gak lama kemudian dia mengentotkan kontolnya dalem2 di nonokku dan terasa pejunya ngecret. “Aah Nes, nikmat banget”, diapun agak menelungkup diatas punggungku. Karena lemas, aku telungkup diranjang dan dia masih menindihku, kontolnya tercabut dari nonokku. “Om , nikmat deh, sekali entot aja Ines bisa nyampe 2 kali. Abis ini giliran Joko ya”, kataku. “Iya”, jawabnya sambil berbaring disebelahku. Aku memeluknya dan dia mengusap2 rambutku. “Kamu pinter banget muasin lelaki ya Nes”, katanya lagi. Aku hanya tersenyum, “Om, Ines mau ke kamar mandi, lengket badan rasanya”, aku pun bangkit dari ranjang dan menuju ke kamar mandi.

Selesai membersihkan diri, aku keluar dari kamar mandi telanjang bulat, kulihat om Andi sudah tidak ada dikamar. Joko sudah berbaring diranjang. Aku tersenyum saja dan berbaring disebelahnya. Dia segera mencium bibirku dengan penuh napsu. kontolnya keelus2. Lidahku dan lidahnya saling membelit dan kecupan bibir berbunyi saking hotnya berciuman. Tangannya juga mengarah kepahaku. Aku segera saja mengangkangkan pahaku, sehingga dia bisa dengan mudah mengobok2 nonokku. Sambil terus mencium bibirku, tangannya kemudian naik meremas2 toketku. Pentilku diplintir2nya, “Jok enak, Ines udah napsu lagi nih”, erangku. Tanganku masih mengocok kontolnya yang sudah keras banget. Kemudian ciumannya beralih ke toketku. Pentilku yang sudah mengeras segera diemutnya dengan penuh napsu, “Jok , nikmat banget “, erangku. Diapun menindihku sambil terus menjilati pentilku. Jilatannya turun keperutku, kepahaku dan akhirnya mendarat di nonokku. “Aah Jok , enak banget, belum dientot aja udah nikmat banget”, erangku. Aku menggeliat2 keenakan, tanganku meremas2 sprei ketika dia mulai menjilati nonok dan itilku. Pahaku tanpa sengaja mengepit kepalanya dan rambutnya kujambak, aku mengejang lagi, aku nyampe sebelum dientot. Dia pinter banget merangsang napsuku. Aku telentang terengah2, sementara dia terus menjilati nonoku yang basah berlendir itu. Dia bangun dan kembali mencium bibirku, dia menarik tanganku minta dikocok kontolnya. Dia merebahkan dirinya, aku bangkit menuju selangkangannya dan mulai mengemut kontolnya. “Nes, kamu pinter banget sih”, dia memuji. Cukup lama aku mengemut kontolnya. Sambil mengeluar masukkan di mulutku, kontolnya kuisep kuat2. Dia merem melek keenakan.

Kemudian aku ditelentangkan dan dia segera menindihku. Aku sudah mengangkangkan pahaku lebar2. Dia menggesek2kan kepala kontolnya di bibir nonokku, lalu dienjotkan masuk, “Jok , enak”, erangku.Dia mulai mengenjotkan kontolnya keluar masuk pelan2 sampai akhirnya blees, kontolnya nancep semua di nonokku. “Nes, nonokmu sempit banget, padahal barusan kemasukan kontol berkali2ya”, katnya. “Tapi enak kan, abis kontol kamu gede dan panjang sampe nonok Ines kerasa sempit”, jawabku terengah. Dia mulai mengenjotkan kontolnya keluar masuk dengan cepat, bibirku diciumnya. “Enak Jok, aah”, erangku keenakan. enjotannya makin cepat dan keras, pinggulku sampe bergetar karenanya. Terasa nonokku mulai berkedut2, “Jok lebih cepet dong, enak banget, Ines udah mau nyampe”, erangku. “Cepet banget Nes, aku belum apa2″, jawabnya. “Abisnya kontol kamu enak banget sih gesekannya”, jawabku lagi. enjotannya makin keras, setiap ditekan masuk amblesnya dalem banget rasanya. Itu menambah nikmat buat aku “Terus Jok , enak”. Toketku diremas2 sambil terus mengenjotkan kontolnya keluar masuk. “Terus Jok , lebih cepat, aah, enak Jok, jangan brenti, aakh…” akhirnya aku mengejang, aku nyampe, nikmat banget rasanya. Padahal dengan om Andi, aku udah nyampe 2 kali, nyampe kali ini masih

terasa nikmat banget. Aku memeluk pinggangnya dengan kakiku, sehingga rasanya makin dalem kontolnya nancep. nonokku kudenyut2kan meremas kontolnya sehingga dia melenguh, “Enak Nes, empotan nonok kamu hebat banget, aku udah mau ngecret, terus diempot Nes”, erangnya sambil terus mengenjot nonokku. Akhirnya bentengnya jebol juga. Pejunya ngecret didalam nonokku, banyak banget kerasa nyemburnya “Nes, aakh, aku ngecret Nes, nikmatnya nonok kamu”, erangnya. Dia menelungkup diatas badanku, bibirku diciumnya. “Trima kasih ya Nes, kamu bikin aku nikmat banget”. Setelah kontolnya mengecil, dicabutnya dari nonokku dan dia berbaring

disebelahku. Aku lemes banget walaupun nikmat sekali. Tanpa terasa aku tertidur disebelahnya.
Aku terbangun karena merasa ada jilatan di nonokku, ternyata om andi yang masih pengen ngentotin aku lagi. kulihat kontolnya sudah ngaceng lagi. nonokku dijilatinya dengan penuh napsu. Pahaku diangkatnya keatas supaya nonoku makin terbuka. “Om , nikmat banget mas jilatannya”, erangku. Ngantukku sudah hilang karena rasa nikmat itu. Aku meremas2 toketku sendiri untuk menambah nikmatnya jilatan di nonokku. Pentilku kuplintir2 juga. Kemudian itilku diisep2nya sambil sesekali menjilati nonokku, menyebabkan nonokku sudah banjir lagi. Aku menggelepar2 ketika itilku diemutnya. Cukup lama itilku diemutnya sampai akhirnya kakiku dikangkangkan. “Om,

masukin dong om , Ines udah pengen dientot”, rengekku. Dia langsung menindih tubuhku, kontolnya diarahkan ke nonokku. Begitu kepala kontolnya menerobos masuk, “Yang dalem om , masukin aja semuanya sekaligus, ayo dong om “, rengekku karena napsuku yang sudah muncak. Dia langsung mengenjotkan kontolnya dengan keras sehingga sebentar saja kontolnya sudah nancap semuanya dinonokku. Kakiku segera melingkari pinggangnya sehingga kontolnya terasa masuk lebih dalem lagi. “Ayo om , dienjot dong”, rengekku lagi. Dia mulai mengenjot nonokku dengan cepat dan keras, uuh nikmat banget rasanya. enjotannya makin cepat dan keras, ini membuat aku menggeliat2 saking nikmatnya, “Om , enak om , terus om , Ines udah mau nyampe rasanya”, erangku. Dia tidak menjawab malah mempercepat lagi enjotan kontolnya. Toketku diremas2nya, sampe akhirnya aku mengejang lagi, “om enak, Ines nyampe om , aah”, erangku lemes.

Kakiku yang tadinya melingkari pinggangnya aku turunkan ke ranjang. Dia tidak memperdulikan keadaanku, kontolnya terus saja dienjotkan keluar masuk dengan cepat, napasnya sudah mendengus2. nonokku kudenyut2kan meremas kontolnya. Dia meringis keenakan. “Nes, terus diempot Nes, nikmat banget rasanya. Terus empotannya biar om bisa ngecret Nes”, pintanya. Sementara itu enjotan kontolnya masih terus gencar merojok nonokku. Toketku kembali diremas2nya, pentilnya diplintir2nya. “Om , Ines kepengin ngerasain lagi disemprot peju om “, kataku. Terus saja kontolnya dienjotkan keluar masuk nonokku dengan cepat dan keras, sampai akhirnya, “Nes, aku mau ngecret Nes, aah”, erangnya dan terasa semburan pejunya mengisi bagian terdalam nonokku. Nikmat banget rasanya disemprot peju anget. Dia ambruk dan memelukku erat2, “Nes, nikmat banget deh ngentot ama kamu”, katanya.

Setelah beristirahat sebentar, aku segera membersihkan diri dan berpakaian. Kami kembali ke Jakarta. Diperjalanan pulang aku hanya terkapar saja dikursi mobil. Lemes banget abis dientot 2 cowok berkali2. “Om, jangan lupa orbitin Ines ya”, kataku. “Jangan kawatir, selama om masih bisa ngerasain empotan nonok kamu, pasti kamu melejit keatas deh. Bener gak Jok”, jawabnya. Joko hanya tersenyum saja. Gak lama setelah mobil jalan, akupun tertidur.

Digilir Oleh Bapak2 di Pos ronda

Digilir Oleh Bapak2 di Pos ronda - Demam piala dunia sudah berlalu, namun aku memiliki sebuah cerita dewasa yang tidak begitu saja aku bisa lupakan. Kuakui memang diriku ini adalah cewek binal, yang selalu merindukan dekapan para pria disetiap hasrat seksku yang lagi tinggi.

Seperti biasa, hari itu aku pulang dari kantor tepat jam 5 sore. Setibanya di rumah, aku langsung menuju kamar tidurku lalu bersiap-siap untuk mandi kemudian makan malam.

Setelah selesai makan, Winnie, adik perempuanku mengingatkan bahwa Brazil, salah satu tim sepakbola favoritku, akan bertanding melawan Portugal pada pukul 9 malam nanti.

“Masih lama nih bola-nya. Luluran dulu ah…” kataku dalam hati sambil menuju kamar tidur.

Sebenarnya dulu aku bukanlah gadis yang terlalu memperhatikan perawatan tubuh. Namun karena tuntutan dari pacarku, saat ini aku mulai lebih sering merawat tubuh. Dari mulai menyabuninya dengan sabun khusus, luluran dan lain-lain. Sekarang aku sudah bisa menuai hasil kerja kerasku merawat tubuh. Kini aku mempunyai kulit yang lebih putih dan halus.

Setelah sekitar 1 jam aku luluran, terdengar teriakan Winnie dari ruang TV “Teh! bolanya udah mau maen nih!!”

Kemudian aku memutuskan untuk segera keluar dari kamar tidur dan menuju ruang TV. Aku sempat bingung karena di ruang TV aku hanya melihat Winnie saja.

“Nie, Ayah nggak ada di rumah ya?” tanyaku.

“Ada di kamar kok Teh…” jawabnya singkat.

“Kok tumben sih? Biasanya si Ayah nggak mau ketinggalan kalo lagi ada siaran Piala Dunia…” tanyaku lagi.

“Gak tau tuh. Ngantuk kali!” jawab Winnie cuek sambil tetap memperhatikan layar TV.

Tak lama setelah aku duduk di sofa ruang TV, pertandingan pun dimulai. Sebenarnya aku bukanlah penggemar fanatik sepakbola seperti Ayah dan Winnie. Aku hanya mengikuti pertandingan beberapa tim saja, seperti Brazil, Argentina dan juga Spanyol.

“Sayang banget Kaka nggak bisa main…” aku mengeluh karena pemain idolaku tidak dapat bermain karena terkena hukuman kartu merah pada pertandingan sebelumnya.

Tanpa terasa, babak pertama yang menegangkan berakhir sudah. Mungkin karena tadi aku terlalu bersemangat dalam memberi dukungan kepada Brazil, aku merasa bahwa udara di dalam rumah menjadi sangat gerah. Akhirnya sambil menunggu babak kedua dimulai aku memutuskan untuk keluar rumah.

“Nie, Teteh keluar dulu yah…” kataku kepada Winnie.

“Iya Teh. Tapi jangan lama-lama yah. Entar keburu mulai bolanya…” kata Winnie mengingatkan.

“Iya. Sebentar aja kok. Abis gerah banget nih…” jawabku sambil mengikat rambutku.

Akhirnya aku memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar rumahku saja. Malam itu aku memakai baju yang tipis dan ketat berwarna abu-abu serta celana pendek warna coklat. Karena tadinya aku tidak berniat untuk keluar rumah, maka aku sengaja tidak memakai bra. Aku sempat memperhatikan putingku tercetak cukup jelas di bajuku ini, tapi aku cuek saja karena aku pikir hanya keluar sebentar dan tidak akan jauh-jauh dari rumah. Setelah menutup pintu depan dan gerbang, aku pun mulai berkeliling di daerah sekitar rumahku.

“Kok tumben ya sepi banget? Pasti karena lagi ada bola deh…” pikirku karena tidak biasanya di daerah rumahku yang masih terhitung daerah ‘perkampungan’ sudah terlihat sepi pada pukul 10 malam.

Tanpa terasa cukup jauh juga aku berjalan dari rumahku hingga akhirnya aku sampai di sebuah pos jaga. Dari kejauhan aku dapat melihat ada 4 orang Bapak-Bapak di dalam pos jaga tersebut. Karena penasaran, aku kemudian berjalan mendekati pos jaga yang hanya diterangi oleh pencahayaan seadanya. Ukurannya juga memang tidak terlalu besar, namun dapat untuk menampung hingga 5-6 orang dewasa.

‘Tok… Tok… Tok…’ aku mengetuk tiang pos jaga tersebut dengan cukup kencang supaya Bapak-Bapak itu dapat mendengar ketukanku.

“Permisi Bapak-Bapak…” kataku sopan sambil berdiri di depan pintu.

“Eeh, ada Dik Tita…” jawab seorang Bapak yang posisi duduknya paling dekat pintu.

Akhirnya aku dapat mengenali siapa saja yang sedang berada di pos jaga tersebut. Bapak yang duduk paling ujung bernama Pak Wawan, orangnya botak dan gendut tapi terkenal dengan keramahannya. Di sebelahnya bernama Pak Diman, berbadan besar, berkulit hitam serta wajahnya menurutku sangat jelek apalagi kepalanya ditumbuhi dengan rambut penuh uban. Lalu ada Pak Jono, berkulit hitam dan memiliki badan paling kurus dibandingkan dengan yang lainnya. Dan yang terakhir, bernama Pak Bara, kumisnya yang tebal menambah kegarangan wajahnya yang sangar dan penuh luka. Aku maklum saja, karena dulu Pak Bara adalah preman di daerah sini. Mereka semua adalah tetanggaku yang kutaksir usianya kira-kira sama dengan ayahku.

“Dik Tita ngapain malem-malem keluar rumah?” sapa Pak Wawan.

“Jalan-jalan aja Pak. Abis gerah banget di rumah…” aku mengatakan hal tersebut sambil mengibas-ngibaskan leher bajuku.

“Emangnya Dik Tita nggak takut keluar rumah malem-malem gini?” tanya Pak Bara.

“Kan ada Bapak-Bapak. Jadi saya bisa tenang deh…” jawabku sambil tersenyum.

Sekilas aku melihat ke 4 Bapak itu memandangi puting payudaraku yang semakin tercetak jelas di baju ketatku akibat keringat yang membasahi tubuh bagian depanku. Mungkin karena takut aku menyadarinya, mereka semua langsung mengalihkan pandangan mereka ke arah TV yang sudah menayangkan pertandingan babak kedua.

“Oh iya Bapak-Bapak. Saya boleh ikutan nonton bola bareng-bareng nggak?” tanyaku.

“Emangnya Dik Tita suka bola juga ya?” tanya Pak Diman.

“Lumayan suka nonton juga sih. Apalagi pas Piala Dunia kayak sekarang…” jelasku kepada Pak Diman.

“Oh Gitu? Ya udah nonton bareng-bareng aja sama kita di sini. Saya mah seneng banget kalo Dik Tita mau nemenin kita-kita nonton bola. Betul kan Bapak-Bapak?” balas Pak Wawan dengan tersenyum lebar sehingga menunjukkan giginya yang tak terawat.

“Betul!!” Jawab Bapak-Bapak yang lain dengan serempak.

Aku hanya bisa tersenyum menahan geli mendengar jawaban dari Bapak-Bapak ini. Karena merasa akan lebih seru menonton pertandingan dengan mereka, tanpa pikir panjang lagi aku pun masuk ke dalam pos jaga lalu mengambil posisi duduk di atas tikar tepat di tengah-tengah mereka.

Karena takut adik perempuanku kuatir, maka aku mengabarkan lewat SMS bahwa aku sedang menonton bola di rumah tetanggaku. Aku juga mengingatkannya agar tidak mengunci gerbang dan pintu depan apabila aku pulang agak malam. Setelah yakin SMS-ku sudah terkirim, aku pun menonton bola bersama Bapak-Bapak tersebut sambil makan kacang tanpa memikirkan bahwa kacang dapat menumbuhkan jerawat pada kulit wajahku yang mulus.

Di saat sedang menonton bola, aku merasa mereka tak henti-hentinya mencuri pandang ke arah paha putih mulusku dan juga ke bagian payudara yang seolah-olah mengalahkan daya tarik pertandingan Brazil melawan Portugal. Mereka menatapnya dengan tidak berkedip. Aku yakin saat ini mereka semua pasti mulai terangsang dan ingin sekali dapat menikmati tubuhku.

Entah kenapa saat itu sempat terlintas di pikiranku untuk menggoda Bapak-Bapak tersebut. Mungkin karena selama ini aku belum pernah sekalipun melakukan persetubuhan dengan orang yang lebih dewasa. Aku pun berpura-pura mengantuk lalu menyenderkan badanku pada dinding pos jaga. Aku menutup mata supaya Bapak-Bapak itu dapat merasa lebih leluasa untuk menggerayangiku apabila aku sedang tertidur lelap.

Seperti dugaanku, setelah aku pura-pura tertidur pulas, aku merasakan tanganku diangkat ke atas oleh salah seorang dari mereka, lalu orang tersebut memegangi pergelangan tanganku dengan cukup kencang.

“Umpanku udah mulai mengena nih…” kataku dalam hati.

“Eh, tutup dulu pintunya biar aman…” walaupun mataku tertutup, aku dapat mengetahui bahwa suara tadi adalah milik Pak Wawan.

Tak lama setelah aku mendengar suara pintu pos jaga ditutup, aku merasakan ada sebuah tangan mulai meraba-raba pahaku yang kemudian disusul oleh sebuah tangan yang besar dan kasar menyusup masuk ke dalam bajuku lalu meremas-remas kedua buah payudara milikku sekaligus memainkan putingnya. Mungkin karena melihat aku tetap tertidur, perlahan-lahan tangan yang tadinya meraba-raba pahaku mulai merambat ke atas hingga sampai ke payudaraku. Aku bahkan dapat mendengar suara nafas mereka yang semakin memburu. Tampaknya mereka sudah terbakar nafsu. Aku sendiri berusaha keras meredam gairahku yang mulai naik.

“Eeeeeennggh…” aku akhirnya mengeluarkan desahan lembut menggoda ketika merasakan dua buah tangan secara bersamaan memilin puting payudaraku.

Sementara itu aku merasakan ada yang sepasang tangan lain yang menarik celana pendek dan juga celana dalamku.

“Memeknya Dik Tita bagus banget. Nggak ada jembutnya…” terdengar suara berbisik di bawah sana.

Tiba tiba perasaanku seperti tersengat ketika dengan perlahan jari-jari tangan tersebut menyentuh dan menekan-nekan vaginaku yang sudah tidak tertutup apapun. Jari-jari tadi mulai merayap masuk dan menyentuh dinding kewanitaanku. Lalu aku merasakan benda tumpul dan basah, yang kuduga itu adalah sebuah lidah, mulai menyentuh bagian dalam vaginaku.

Saat itulah aku pura-pura mulai tersadar lalu membuka kedua mataku.

“Aaahh… Paak… Ja-jangan!! Jaaangaa… Mmmmmhhh…!!!” kataku terputus karena tiba-tiba mulutku dibekap oleh seseorang yang tadi ada di belakangku.

Aku pura-pura meronta agar tidak terlihat seperti aku yang menginginkannya. Rupanya Pak Diman dan Pak Jono yang memainkan kedua buah payudaraku, sedangkan Pak Bara asyik menikmati vaginaku dengan lidahnya.

“Pantes aja ada rasa gelinya…” pikirku dalam hati karena kumis Pak Bara terus menggesek-gesek bibir luar vaginaku sehingga menimbulkan sensasi yang berbeda.

Akhirnya aku benar-benar larut dalam kenikmatan yang sedang melanda diriku. Pak Diman dan Pak Jono mulai membuka kaosku sehingga kini aku sudah dalam keadaan telanjang bulat.

“Waaaah teteknya Dik Tita mulus bangeeet!!” komentar Pak Diman yang tepat berada di depan payudara kananku.

“Bener Man! Udah pahanya mulus, teteknya putih lagi…” tambah Pak Jono ikut mengomentari payudaraku yang putih mulus terpampang dengan jelas di depan matanya.

“Kalo Bapak lepasin Dik Tita janji nggak bakal teriak yah…” kata Pak Wawan yang hanya aku jawab dengan anggukan.

Karena yakin sudah menguasaiku, Pak Wawan melepaskan bekapannya pada mulutku sehingga aku merasa sangat lega.

“Aaaaaaaaaaaah….” aku mendesah akibat sentuhan mereka.

Melihat diriku yang sudah pasrah tak berdaya, Pak Diman dan Pak Jono bersorak gembira. Mereka mengerubuti dan mulai menggerayangi tubuhku. Pak Diman dan Pak Jono meremas-remas kedua payudaraku dengan brutal sehingga membuat tubuhku merasa panas dingin. Tidak cukup puas hanya meremas-remas buah dadaku saja, Pak Diman kemudian menghisap payudaraku yang sebelah kanan, sedangkan Pak Jono mengenyot payudara bagian kiriku.

“Teteknya Dik Tita emang manteb banget dah!!” ujar Pak Diman.

Kelihatannya Pak Bara sama sekali tidak tertarik dengan apa yang dilakukan oleh teman-temannya terhadap tubuhku. Dia masih terlihat menikmati bibir luar hingga rongga dalam vaginaku lalu melakukan jilatan-jilatan dan menyedotnya. Tubuhku menggelinjang merasakan birahi yang memuncak karena merasa geli sekaligus nikmat di bawah sana.

“Memeknya Dik Tita wangi deh!! Beda banget sama bini saya…” kata Pak Bara di sela-sela menikmati vaginaku.

“Oooooooh… Aaaaaaahhh… Enaaaaakkk…” aku mengerang-erang keenakan.

Sekarang Pak Diman, Pak Jono dan Pak Bara sudah mendapat jatah mereka masing-masing. Pak Wawan sepertinya juga tidak mau ketinggalan, dia mulai mencium dan menjilati leher mulusku semakin yang menggiurkan karena basah oleh keringat. Setelah Pak Wawan puas bermain di bagian leherku, dia menarik kepalaku dengan perlahan ke arah belakang sehingga kepalaku agak mendongak ke atas. Dengan penuh nafsu Pak Wawan langsung mencumbu serta melumat bibirku, lalu dia menyelipkan lidahnya masuk ke dalam mulutku hingga aku gelagapan. Walaupun bau nafas Pak Wawan sungguh tidak enak, tetapi yang bisa kulakukan hanyalah membuka mulutku dan membiarkan Pak Wawan memainkan lidahnya di dalam mulutku.

“Eeeeeemmmmmhhh…. Eeeeehhhmmm…” erangku ketika mulai dikeroyok mereka berempat.

Kini, tubuhku sudah seperti boneka bagi mereka, karena mereka bisa berbuat sesuka hati terhadap tubuhku. Mereka menikmati jatah mereka dengan penuh nafsu. Pak Diman dan Pak Jono terus menjilati kedua buah payudaraku serta menggigit kecil kedua putingku putingku yang sudah menegang itu. Pak Wawan terus menerus memainkan lidahnya di dalam mulutku, dan aku juga membalasnya dengan memainkan lidahku sehingga lidah kami saling membelit. Aku dapat merasakan kalau ludah kami berdua menetes-netes di sekitar bibir karena kami berciuman sangat lama.

Dikerubuti dan dirangsang sedemikan rupa membuat aku merasakan gejolak yang luar biasa melanda tubuhku tanpa bisa kukendalikan.

“Ooooh… Aaaaaaah… Nngggg… Aaaaagh…” aku mengerang dan menjerit keenakan.

Pak Bara kini semakin membenamkan kepalanya di antara kedua pahaku, dan karena agak geli akupun merapatkan kedua pahaku sehingga kepala Pak Bara terhimpit oleh kedua paha mulusku.

“Enak ya Dik Tita… Sluuuurrpp… dijilatin Bapak? Eehmmm… Sluuurrp…” tanya Pak Bara tanpa menghentikan jilatan dan hisapannya pada vaginaku terlebih dahulu.

“Eeeeenak bangeeeet Paaak…!!” aku terus mendesah nikmat.

Terus-terusan menerima serangan birahi secara bersamaan dari 4 orang pria yang berbeda pada daerah sensitifku, aku jadi tidak kuat menahan lama-lama sehingga dalam waktu kurang dari 10 menit tubuhku sudah seperti tersengat arus listrik yang menandakan kalau sebentar lagi aku akan mencapai orgasme.

“Paaak Baraaa… Saayaaaa mauuu keluaaaarr!! Aaaaaaaaaaaah….!!!” aku berteriak dengan kencang.

Tidak lama kemudian cairan orgasmeku mengalir keluar dari vaginaku. Pak Bara yang berada tepat di depan lubang vaginaku semakin liar menjilati vaginaku yang sudah sangat basah oleh cairanku tadi.

‘Slurrpp… Sluurrrpp…’ cairanku yang mengalir dengan deras dilahap oleh Pak Bara dengan rakus.

“Wih!! Cairan memeknya Dik Tita manis dan gurih banget!!” komentar Pak Bara.

Setelah cairanku sudah hampir habis, ke 3 bapak yang tadi masih sibuk dengan bagiannya masing-masing langsung menghentikan aktivitas mereka, kemudian mendekat ke arah vaginaku.

“Mmmmmmhhhh…” desahku menerima jilatan demi jilatan pada sisa-sisa cairan orgasmeku yang masih ada di sekitar bibir vaginaku hingga mereka semua kebagian.

“Sekarang Bapak-Bapak mau masukin penisnya ke dalam sini nggak?” aku bertanya sambil menunjuk vaginaku.

“Mau banget dong Dik!!” jawab Pak Jono semangat.

“Beneran nih nggak apa-apa kalo kita entotin Dik Tita rame-rame?” tanya Pak Bara dengan wajah tidak percaya.

“Beneran kok Pak! Masa saya bercanda sih…” jawabku serius.

“Wah Bapak-Bapak!! Yang punya udah ngebolehin tuh!!” kata Pak Jono dengan wajah senang sekaligus keheranan mendengar jawabanku barusan.

Tentu saja mereka semua tidak menyia-nyiakan kesempatan di depan mata. Mereka semua langsung membuka baju dengan terburu-buru. Mereka pasti sudah sangat tidak sabar ingin merasakan kehangatan tubuhku yang sudah kupasrahkan untuk mereka berempat. Untuk lebih merangsang mereka, kubuka ikat rambutku sehingga rambutku kini terurai sampai menyentuh bahu. Sekarang ke 4 Bapak-Bapak ini sudah dalam keadaan telanjang bulat dengan penis mengacung tegak menghadap seorang gadis yang sepantasnya menjadi anak mereka.

“Gede-gede banget!!” kataku dalam hati.

Tentu saja aku kaget dengan ukuran penis milik Bapak-Bapak ini yang berukuran sekitar 17-18 cm dengan diameter yang sangat besar. Mungkin juga karena selama ini aku baru melihat penis yang ukurannya hanya mencapai 15 cm saja. Aku juga masih sempat memperhatikan, betapa kulit ke 4 Bapak ini hitam dan kasar bila dibandingkan dengan kulitku yang putih mulus.

“Dik Tita pasti bakal keenakan dientot sama kita-kita…” kata Pak Diman kepadaku.

Tadinya aku sempat merasa ngeri memikirkan Bapak-Bapak yang memiliki tubuh besar ini akan menjarah habis tubuh mungilku. Namun ternyata membayangkan semua itu malah membuat aku terangsang hebat dan gairahku naik tak terkendali. Aku tanpa sadar menanti dan berharap mereka akan memberikanku kenikmatan melebihi yang baru saja melandaku.

“Siapa yang bakal duluan ngentotin Dik Tita?” tanya Pak Jono kepada teman-temannya.

“Gue dulu deh!! Napsu gue udah di ubun-ubun nih!!” teriak Pak Wawan yang nampaknya sudah sangat tidak sabaran lagi untuk bisa menyetubuhiku.

“Enak aja! Gue dulu dong!! Gue udah lama banget pengen ngentotin Dik Tita!!” teriak Pak Diman tidak mau kalah.

Seperti kumpulan anak kecil yang sedang berebut mainan, mereka semua tidak mau kalah ingin menjadi yang pertama kali mencobloskan penis mereka ke dalam vaginaku yang masih sangat sempit walaupun sudah tidak perawan lagi.

“Udah dong Bapak-Bapak jangan pada rebutan gitu!!” kataku dengan nada kesal.

“Ja-jangan marah dong Dik Tita. Iya deh kami semua nggak bakal berebut lagi…” jawab Pak Wawan.

“Ya udah. Biar adil gimana kalau saya aja yang milih?” tanyaku.

“Boleh juga idenya Dik Tita tuh!” kata Pak Jono.

Aku melihat ke arah penis mereka berempat dan aku menemukan kalau penis Pak Bara adalah yang paling besar di antara yang lain, hitam serta dipenuhi urat-urat menonjol. Maka aku memilih penis Pak Bara untuk mengisi liang vaginaku, lalu aku memilih penis milik Pak Wawan yang tidak kalah besar untuk aku hisap.

“Ayo ke sini Dik Tita…” ajak Pak Bara yang sudah terlentang di atas tikar.

Tanpa perlu disuruh lagi, aku mendekati Pak Bara yang sudah kelihatan bernafsu sekali melihat kemulusan tubuhku yang terlihat seksi karena penuh dengan keringat, tidak hanya karena udara di dalam yang memang gerah, namun juga karena perlakuan mereka terhadapku tadi. Kemudian aku naik ke atas tubuh Pak Bara lalu membimbing penisnya untuk masuk ke dalam vaginaku.

“Saya masukin penis Bapak pelan-pelan dulu ya…” aku berkata kepada Pak Bara.

Pak Bara hanya menganguk sambil tersenyum memandangi diriku. Karena ini adalah pertama kalinya vaginaku dimasuki oleh penis berukuran besar, maka penis Pak Bara hanya dapat masuk sebagian saja. Walaupun baru menancap setengahnya, batang penis Pak Bara itu membuat liang vaginaku terasa begitu sesaknya. Urat-urat pada batang penis itu berdenyut denyut menambah sensasi yang kurasakan.

“Aaaaaaah… Memeknya sempit banget!! Untung banget gue bisa ngentot sama Dik Tita!! Eemmhh… Ooohh…” komentar Pak Bara.

“Oooooohhh… Aaaaaahhhh… Enaaaakkk bangeeeet Paaak…” erangku karena tidak kuat merasakan sensasi luar biasa yang ditimbulkan dari tusukan penis Pak Bara pada vaginaku.

Pak Bara membiarkanku agar terbiasa dengan ukuran penisnya. Namun tetap saja penisnya belum dapat masuk semuanya ke dalam vaginaku. Untungnya vaginaku tidak terasa perih sehingga aku dapat menikmatinya. Di saat yang bersamaan Pak Bara juga menjilati payudaraku dan menggesek-gesekkan kumisnya ke putingku yang membuat birahiku semakin memuncak.

“Aaaaaaaaaahhhh…” aku semakin mendesah menerima sodokan penis sekaligus jilatan pada payudaraku.

Di tengah-tengah persetubuhanku dengan Pak Bara, aku masih sempat melihat Pak Jono dan Pak Diman sedang mengocok penis mereka sendiri. Sepertinya mereka berdua sudah sangat terangsang melihat pemandangan menggiurkan di depan mereka sekaligus tidak sabar ingin mencicipi tubuhku.

“Sepongin penis Bapak dong Dik. Daripada mulutnya nganggur…” tiba-tiba Pak Wawan berdiri di hadapanku dengan senyum yang memuakkan sambil mengarahkan penisnya ke arah wajahku.

Dengan tidak sabaran, Pak Wawan menjejali mulutku dengan penisnya, penis itu ditekan-tekankan ke dalam mulutku hingga wajahku hampir terbenam pada bulu-bulu kemaluannya. Aku cukup bisa menikmati menghisap penisnya, walaupun baunya sungguh tidak enak. Kedua buah zakarnya juga aku pijati dengan tanganku.

“Gilaaaa!! Maanteebb banget sepongan Dik Titaaa!!!” ceracau Pak Wawan.

Aku pun menelan penis Pak Wawan hingga menyentuh daging lunak di tenggorokanku. Pemiliknya semakin mendesah tidak karuan menikmati service mulutku. Setelah beberapa menit kumainkan di dalam mulutku, penis Pak Wawan mulai berkedut-kedut, lalu tidak lama kemudian Pak Wawan akhirnya ejakulasi di mulutku.

“Aaaaaaaaaaagh… Oooooooooh…” Pak Wawan melenguh panjang dan meremas-remas rambutku saat aku menelan semua spermanya tanpa ingin menyisakan sedikitpun.

“Eeeeemmmm…” aku menikmati sperma milik Pak Wawan yang keluar sangat banyak .

“Dik Tita cakep-cakep doyan minum peju!! Hahaha…” komentar Pak Jono sambil tertawa melihatku dengan rakus membersihkan penis Pak Wawan dengan mulutku.

“Kirain Dik Tita cewek alim! Taunya liar juga yah…!!” Pak Diman juga ikut berkomentar.

Aku benar-benar larut di dalam pesta seks ini dan sudah tidak peduli lagi bahwa di mata mereka aku sudah berubah dari gadis yang alim menjadi seorang pelacur murahan.

“Sepongan Dik Tita emang hebaaat bangeeet!!” komentar Pak Wawan yang sedang menunggu penisnya menyemburkan sperma ke dalam mulutku hingga tetes terakhir.

Tergiur dengan apa yang aku lakukan terhadap penis Pak Wawan, tak lama kemudian Pak Jono dan Pak Diman langsung mendekat dan berjalan ke depanku lalu mereka menyodorkan penis mereka masing-masing ke arah wajahku. Tanpa ragu lagi, aku mengocok penis Pak Jono dan mengulum penis Pak Diman secara bersamaan.

“Aaaaaaaahhh… Terrruusss Dik Titaaaaaa!!” desah Pak Diman ketika aku mengemut kepala penisnya serta menyentil-nyentilkan lidahku ke lubang kencingnya.

Sekarang aku bergantian memaju-mundurkan batang kejantanan Pak Diman dengan tanganku secara perlahan, sementara mulutku menghisap penis Pak Jono.

“Aduuuh… E-enak banget Dik!! Aaaaaaah…” kata Pak Jono dengan bergetar.

Mungkin karena aku sudah lama tidak menerima serangan sekaligus seperti ini, aku pun cepat mencapai orgasme hanya dalam waktu kurang dari 10 menit.

“Ooooooooohh… Aaaaaaggggh…” sambil melepas sebentar hisapanku pada penis Pak Jono aku pun mengerang panjang karena tidak tahan dengan nikmat yang mendera.

Karena vaginaku sudah licin oleh cairan orgasme, maka penis Pak Bara dapat amblas sepenuhnya. Aliran cairan vaginaku tertahan oleh penis Pak Bara yang sedang keluar masuk vaginaku sehingga berbunyi setiap kali Pak Bara memasukkan penisnya ke dalam vaginaku.

Penis itu terasa seperti sedang menyodok bagian terdalam dari vaginaku, mungkin itu rahimku. Aku hanya bisa mengerang tanpa berani menggeliat, walaupun aku merasakan sakit yang bercampur nikmat.

“Oooh sempit bangeeet Dik!! Enaknyaaa… Aaaaaaah…” Pak Bara mulai meracau sambil terus memompa penisnya.

Untung saja aku masih bisa mengimbangi kekuatan Pak Bara walaupun sudah mengalami 2 kali orgasme. Sementara itu, Pak Diman dan Pak Jono menarik penis mereka dari mulutku karena mereka tidak ingin keluar cepat-cepat.

“Mmmmhhhh… Aaaaaaaaahhhh…!!!” aku mengeluarkan desahan yang sempat tertahan karena tadi mulutku penuh dengan penis.

Akhirnya 5 menit setelah aku mencapai orgasmeku yang kedua tadi, aku merasakan penis Pak Bara yang sedang mengisi vaginaku mulai berdenyut-denyut menandakan kalau Pak Bara akan mencapai orgasme. Pak Bara mempercepat sodokan penisnya terhadap vaginaku yang membuatku merasa sedikit perih karena penis besarnya itu keluar masuk dengan cepat dan kuat padahal lubang vaginaku masih sangat sempit. Namun setelah terbiasa akhirnya aku menemukan rasa nikmat dibalik rasa perih itu.

“Aaaaahhhh… Dik Titaaaaa!! Bapaaakkk… Keluuaarrrr!!!” teriak Pak Bara.

“Keluariiiin di dalem aja Pak…!! Aaaaaaaaah…” pintaku dengan lirih.

Dan tak lama kemudian, Pak Bara sudah menyemburkan spermanya yang hangat ke dalam rahimku, lalu nafas Pak Bara tersengal-sengal sehingga dia memutuskan untuk menghisap-hisap payudaraku dengan mulutnya sambil menunggu penisnya memuntahkan semua isinya ke dalam vaginaku.

Baru sekitar 2 menit aku mengatur nafas dan tenagaku untuk menghadapi Pak Diman dan Pak Jono, ternyata Pak Bara mau aku bersimpuh di hadapannya lalu bertumpu dengan kedua lututku. Aku yang sudah mengerti maksud Pak Bara, langsung mengambil penisnya yang masih berlumuran sperma dan juga cairan vaginaku, kemudian membersihkan penis Pak Bara hingga spermanya tak bersisa lagi.

“Pak, saya udah bersihin penis Bapak sampe nggak ada sisanya nih. Sekarang saya main sama Pak Jono dan Pak Diman dulu ya…” kataku kepada Pak Bara.

“Makasih ya Dik Tita. Ya udah Bapak juga mau istirahat dulu…” jawab Pak Bara.

“Heh Pak Bara!! Kalo mau ngobrol entar aja!! Gue udah kebelet pengen ngentot Dik Tita nih!!” teriak Pak Jono.

“Ya udah. Sekarang gantian elo yang ngentot sana! Gue juga mau istirahat dulu…” kata Pak Bara cuek sambil memakai kembali celana dan bajunya.

“Sekarang Dik Tita ambil posisi tiduran…” perintah Pak Jono.

Kali ini giliran aku yang mengambil posisi terlentang di atas tikar. Aku menekuk kedua kakiku lalu melebarkannya bersiap disetubuhi oleh Pak Jono dan Pak Diman. Kedua Bapak itu pun memandangi vaginaku yang masih rapat dan tanpa bulu itu dengan wajah penuh birahi.

Mungkin karena sebelumnya sudah ada kesepakatan antara Pak Diman dengan Pak Jono, maka Pak Diman-lah yang mengambil giliran selanjutnya untuk menyetubuhiku. Tanpa basa-basi lagi, Pak Diman segera menyergap dan menindih tubuh mungilku. Dengan penuh nafsu Pak Diman menjejalkan penisnya yang amat besar itu ke dalam vaginaku. Aku terbeliak, merasakan kembali sesaknya vaginaku.

Karena vaginaku sudah banjir dengan cairanku serta sperma Pak Bara, maka penis milik Pak Diman yang berukuran besar dapat dengan mudah masuk ke dalam vaginaku. Kini vaginaku sudah dimasuki oleh penis yang berukuran besar untuk kedua kalinya. Namun aku sungguh menikmatinya dengan penuh penghayatan sampai-sampai dengan tidak sadar, aku menutup mataku.

“Oooh… Memeknya Dik Tita enaaak bangeeet!! Kontol gue kayak diurut-urut!!” erang Pak Diman.

Penis itu terasa seperti sedang menyodok bagian terdalam dari vaginaku, mungkin itu rahimku. Aku hanya bisa mengerang tanpa berani menggeliat, walaupun aku merasakan sakit yang bercampur nikmat. Tanpa sadar, kakiku melingkari pinggang Pak Diman, seakan tak ingin penisnya terlepas.

“Aaaaaahhh… Oooooohh… Mmmmhhhhhhhh…” desahku karena tidak bisa menahan rasa nikmat yang menyerangku.

Karena tidak sabar menunggu, Pak Jono mulai menaruh penisnya di depan mulutku yang masih belepotan sperma dari Pak Wawan dan juga Pak Bara. Tanpa malu-malu lagi aku memegang penis yang sudah sangat tegang itu dan segera membenamkannya ke dalam mulutku. Kemudian aku mulai mengulum penis Pak Jono yang hanya masuk sebagian hingga pipiku terlihat cekung ke dalam.

Aku sempat melirik ke arah Pak Wawan dan Pak Bara sudah duduk memakai celana panjang mereka sambil menghisap rokok dan meminum kopi dengan tontonan mereka yang lebih seru dari Piala Dunia, yaitu aku yang sedang dikerubuti oleh dua orang lelaki berkulit hitam alias Pak Diman dan Pak Jono.

Baru beberapa menit aku melakukan oral seks Pak Jono sudah berteriak “Dik Titaaa!! Bapaaak keluaaaar… Oooooh… Enaaak…”

‘Croot… Crooot… Croooot’ semburan hangat sperma Pak Jono pun keluar di dalam mulutku hingga membasahi kerongkongan. Seperti sudah ketagihan, aku terus melahap, menjilati dan mengulum penis itu hingga bersih dari sisa-sisa sperma yang masih menetes.

“Lho kok Pak Jono udah keluar aja? Masa kalah sama sepongannya Dik Tita? Gimana kalo sama memeknya yang seret Pak…” kata Pak Bara dengan nada sedikit mengejek disambung tawa Pak Wawan yang duduk di sebelahnya.

Pak Jono hanya tersenyum malu tanpa berkata apa-apa. Sementara itu Pak Diman masih terus menggerakkan penisnya ke dalam vaginaku dengan sangat perlahan dan mencabutnya dengan cepat. Saat itu yang terdengar hanyalah suara pompaan penis serta suara desahan nafasku dan Pak Diman yang saling memburu. Sodokan demi sodokan Pak Diman benar-benar luar biasa, seolah memompa gairahku menuju orgasme.

“Aaaaaaaaaaaaahh… Sayaa keluaaarr Paaaak!!” aku sudah tidak tahan lagi sehingga aku melepaskan orgasmeku yang ketiga.

“Sa-sayaaa juga keluaaaar Dik…!!” erang Pak Diman ketika memuntahkan lahar putihnya ke dalam vaginaku bersamaan dengan orgasmeku yang kutahan-tahan dari tadi.

Vaginaku kini terasa hangat oleh semburan sperma milik Pak Diman yang bercampur dengan cairanku. Kini daerah sekitar vaginaku yang sudah basah semakin banjir saja oleh sperma, sampai-sampai cairan itu meleleh di kedua pahaku.

“Eeeeemmhhhh…” nafasku tersengal-sengal.

Begitu juga dengan Pak Diman dan Pak Jono yang sudah menuntaskan nafsu setan mereka kepadaku. Sambil mengatur nafas, Pak Jono menciumi tengkuk leherku dengan lembut sedangkan Pak Diman yang tadinya ingin melumat bibirku, namun aku menolaknya karena aku mau mengatur nafasku dulu, mulai menjilati leherku yang penuh dengan butiran keringat.

Setelah nafas kami bertiga sudah normal kembali, mereka berdua berjalan untuk mengambil pakaiannya masing-masing. Sedangkan aku berdiri dan bersiap memakai baju serta celana pendekku yang berserakan di depan TV yang sudah tidak menayangkan acara bola lagi.

“Udah dulu yah Bapak-Bapak. Saya mau pulang dulu…” aku pamit kepada mereka semua yang masih terlihat kelelahan.

“Jangan pulang dulu dong Dik Tita!” Pak Bara melarangku pergi sambil memegang tanganku.

“Emangnya Bapak-Bapak masih belum puas?” tanyaku.

“Iya!!” jawab mereka hampir bersamaan.

“Tapi kan Bapak-Bapak udah pada lemes kayak gitu. Lagian saya udah capek banget nih…” kataku.

“Bentaran juga udah kuat lagi kok Dik…” kata Pak Wawan yang sepertinya masih belum cukup puas karena dia memang belum merasakan bersetubuh denganku.

“Aduh gimana ya? Udah malem banget nih Pak…” aku berusaha mencari alasan untuk menolak permintaan mereka.

“Ayo dong! Dik Tita mau kan?” pinta Pak Wawan memelas.

“Bapak kan juga belom ngerasain ngentot sama Dik Tita…” sambung pak Jono lagi.

“Iya Dik! Kan dingin kalau kita cuma berempat. Kalo ada Dik Tita kan bisa bikin kita-kita anget…” tambah Pak Diman.

“Ya udah boleh deh. Asal Bapak-Bapak janji nggak akan cerita hal ini sama orang lain ya. Biar jadi rahasia kita berlima aja. Gimana?” tanyaku.

“Yah kalo itu mah nggak usah disuruh Dik! Masak Bapak mau bilang-bilang sih…” jawab Pak Wawan menyanggupi.

Karena terlanjur menyanggupi permintaan mereka, aku yang baru mengenakan celana dalamku mulai melepaskannya lagi, hingga kini tubuhku sudah dalam keadaan bugil. Penis milik Pak Wawan, Pak Diman, Pak Bara dan Pak Jono yang tadinya sudah dalam keadaan lemas mulai mengeras lagi karena melihat tubuh putih mulusku yang tidak tertutup sama sekali.

Kemudian aku mulai memanggil mereka satu per satu dan membiarkan vaginaku menjadi bulan-bulanan lidah mereka. Bahkan ketika masing-masing sudah mendapatkan jatah untuk mencicipi vaginaku, mereka berempat kembali menjilati seluruh tubuhku sehingga berlumuran air liur mereka.

“Mulai lagi yuk Dik Tita…” pinta Pak Wawan tidak sabaran.

“Silakan Bapak-Bapak nikmatin tubuh saya sepuasnya…” kataku mengijinkan.

Lalu dimulailah pelampiasan nafsu bejat 4 orang pria tua terhadapku. Kali ini aku disetubuhi oleh 4 Bapak-Bapak itu secara bergiliran. Mulai dari Pak Wawan, Pak Jono lalu Pak Diman dan yang terakhir oleh Pak Bara. Mereka juga menikmati tubuhku dengan berbagai posisi.

Karena mereka sangat menikmati himpitan vagina serta teknik oral seks-ku, maka mulai dari vagina, mulut bahkan seluruh tubuhku terus-menerus disemprot sperma oleh mereka berempat. Aku juga sudah tidak bisa menghitung lagi berapa kali aku mengalami orgasme. Setelah sudah benar-benar kelelahan, kami yang masih dalam keadaan bugil beristirahat sembari minum dan mengobrol.

“Dik, kan dari tadi peju kami semua dikeluarin di dalem. Apa Dik Tita nggak takut hamil?” tanya Pak Bara yang paling banyak menyemprotkan spermanya ke dalam vaginaku di tengah obrolan kami.

“Emang Bapak-Bapak nggak mau tanggung jawab kalau nanti saya hamil?” tanyaku memasang wajah serius.

Seketika muka mereka langsung terlihat pucat mendengar pertanyaanku barusan.

“Hahaha… Tenang aja Bapak-Bapak. Saya lagi nggak subur kok sekarang…” kataku sambil tertawa melihat wajah ketakutan mereka semua.

Mereka semua pun ikut tertawa lega setelah sadar kalau yang kutanyakan tadi hanya sekedar gurauan saja.

“Bapak-Bapak, saya pamit pulang yah. Udah malam banget nih…” ujarku seraya melihat jam di HP-ku yang sudah menunjukkan pukul 12 malam.

“Tapi kapan-kapan Dik Tita mau nemenin kami lagi kan?” tanya Pak Diman.

“Boleh aja Pak. Asalkan yang lagi jaga Bapak-Bapak berempat…” jawabku sambil memakai pakaianku.

“Gampang! Itu mah bisa Bapak atur!” jawab Pak Bara yang memang bertugas mengatur jadwal jaga.

“Tapi jangan keseringan ya Pak! Lama-lama saya bisa hamil dong…” candaku.

“Pokoknya beres deh Dik!” jawab Pak Wawan.

“Ya udah saya pulang dulu ya Bapak-Bapak…” kataku sambil bergegas keluar pos jaga karena takut mereka ingin menikmati tubuhku lagi.

“Hati-hati ya Dik…” kata mereka serempak.

Aku pun langsung berlari kecil menuju rumah karena suasana di sekitar rumahku sudah sangat sepi dan gelap. Di perjalanan pulang aku sempat mengingat kejadian yang baru aku alami adalah pengalaman yang sungguh memuaskan. Pada dasarnya aku memang sangat menikmati seks keroyokan seperti tadi, apalagi ditambah yang menyetubuhiku adalah Bapak-Bapak yang sudah sangat berpengalaman.

Setibanya di rumah aku melihat lampu sudah gelap dan tidak terdengar lagi suara TV menyala.

“Sepertinya semuanya udah pada tidur…” aku memaklumi karena sekarang sudah lewat tengah malam.

Setelah mengunci pintu gerbang dan pintu depan, aku langsung menuju ke kamar mandi untuk membasuh tubuhku yang bermandikan sperma. Setelah selesai berganti pakaian, aku merebahkan tubuhku yang sangat lelah setelah hampir 2 jam dinikmati oleh Bapak-Bapak tadi. Untunglah besok hari Sabtu, sehingga aku bisa istirahat seharian penuh. Tak butuh waktu lama aku pun tertidur dengan pulas.

Derita Seorang Artis Baru yang digilir semalaman

Derita Seorang Artis Baru yang digilir semalaman - Nama gadis itu sebut saja alyssa, usianya baru 19 tahun, prestasinya banyak, tinggi, dan kecantikannya merupakan kecantikan khas indonesia. sayang sekali, ia tergiur untuk menjadi bintang terkenal, sperti dinni aminarti , mas ayu anastasia, ririn dwi , diansastro dan lain lain. Alyssa pergi ke jakarta dan berusaha mencari jalan menuju sukses, dan sungguh disayangkan ia menemukan jalan yang salah.
Alyssa harus bersedia ditiduri dulu oleh beberapa orang staf sebuah rumah produksi ternama di indonesia , baru akhirnya ia dipertemukan dengan boss, rumah produksi itu. kini sebelum namanya akan diekspos oleh rumah produksi itu, alyssa harus bermain di sebuah film pendek , yg katanya adalah “film audisi”…….namun dari rumor yg berkembang film ini adalah sebuah film semi porn yg sengaja dibuat untuk koleksi si boss rumah produksi tersebut.hmmmmm..its just a rumor
Alyssa tak punya pilihan lain,sesuai perjanjian ia memang harus menjalani “film audisi” atau harus mengganti semua pengeluaran plus 90% nilai kontrak…..masalahnya alyssa belum tahu apa itu”fim audisi’sampai ia terjebak disini. terlanjur basah maka ya sudah basah sekalian.
perlahan alyssa melangkah menuju ruang ganti. baju yg harus ia pakai nyaris tidak menutupi tubuhnya, bawahannya sangat pendek , sehingga kaki mulus alyssa terlihat jelas dan pantatnya pun cukup terlihat. sementara atasannya adalah sebuah baju backless dengan tali yg diikatkan dibelakang leher, potongan lehernya sangat rendah, sehingga buah dadanya nyaris tak tertutupi. jika alyssa membungkuk maka pantat dan buah dadanya akan terlihat jelas.
Fim ini katanya ceritanya adalah kisah cinta. saat alyysa keluar ruang ganti, mata lelaki di ruangan itu terbeliak penuh nafsu. Ada kurang lebih duapuluh orang laki laki di ruangan itu dari mulai tukang lampu sampai sutradara, alyssa adalah satu satunya perempuan di lokasi tersebut.
sutradara memanggil pemain prianya, alyssa mengenalinya sebagai hengky, ia memang salah satu anak emas rumah produksi ini.
ketika sutradara berteriak action, hengky kemudian merangkul alyssa, dia terlihat sudah sangat berpengalaman. Ekspressi hengky terlihat cerah ceria dan merangkul tubuh molek itu semakin erat, alyssa bisa merasakan sesuatu yg keras dibawah menyentuhnya.
Adegan terus berlanjutnya, alyssa dan hengky berciuman beberapa kali, dan terkadang hengky mencium bagian atas dada alyssa.
sang sutradara mengamati adgean demi adegan dengan nafsu tertahan, sebenarnya ia ingin sekali meniduri bintang baru ini , namun produser dan pemilik rumah produksi dengan tegas melarangnya. meski demikian ia terus mencari cara untuk menikmati gadis itu.
“cut!!” sutradara berteriak, ” kamu lagi meluk pacar kamu apa adik kamu….” sutradara memarahi hengky.
“sini saya tunjukin caranya…” kata sutradara. ia menghampiri alyssa memeluknya dengan erat, kedua tangannya langsung meremas kedua bulatan pantat alyssa, senyum kemenangan menghiasi wajahnya, alyssa tak berbuat apa apa hanya diam.
kemudian sang sutradara mencium bibir alyssa dengan penuh nafsu sambil meremas buah dada gadis itu.
“gitu caranya, nanti kamu bawa dia ke tempat tidur untuk love scene…..nah ekspressinya harus dapet…ngerti..? biar dapet ekspresi,,..kamu harus rangsang dia dari awal ngerti…?” sutradara memberi arahan pada hengky.
adegan dilanjutkan , kini hengky menciumi alyssa denagn penuh nafsu , bahkan ia menyibak pakaian atas alyssa dan menciumi buah dada gadis itu , tak ada protes dari sutradara.
saat akan masuk adegan love scene , alyssa mengatakan ia malu kalau harus beradegan seperti itu dihadapan banyak orang, ia meminta agar orang yg tidak berkepentingan untuk tidak ada di lokasi.
permintaan alyssa disetujui sutradara, maka ia menyuruh orang lain keluar kecuali kameramen dan tukang lampu , sisa crew yang lain keluar dengan menggerutu.
Adegan kembali berlanjut, alyssa terbaring di tempat tidur dengan tubuh hengky diatasnya. dan mulai menciumi dan meremas buah dada alyssa, ia kemudian mengangkat rok alyssa ke atas , melebarkan kaki gadis itu dan dengan satu tangan membuka celananya sendiri, mengeluarkan penisnya dan menggosok gosokannya di paha dalam alyssa.
Alyssa protes dengan adegan ini, namun dengan tenang hengky mengatakan itu arahan dari sutradara.
Alyssa pun protes pada sutradara, namun sutradara berdalih ini dilakukan agar mendapatkan ekspresi orang yang sedang bercinta dan penuh birahi , dia jg mengatakan pada alyssa bahwa yg akan direkam kamera hanya wajahnya saja, demi mendapat eskpresi birahi.
alyssa sempat menolak adegan ini , namun sutradarakembali mengingatkan akan surat perjanjian dan kontrak kerja , serta akan sia sianya pengorbanan alyssa selama ini.
alyssa tak bisa bicara apa apa lagi, ia hanya kembali berbaring di tempat tidur bersiap melanjutkan adegan tadi.
adegan diulang , hengky menciumi dan meremas buah dada alyssa, mengangkat rok alyssa ke atas dan menggosok gosok penisnya di paha bagian dalam alyssa.
ternyata setelah bebrapa lama, hengky kemudian menurunkan celana dalam alyssa dan langsung mengarahkan penisnya ke bibir vagina alyssa.
alyssa memandang sutradara tanda ia keberatan dengan adegan ini , namun sutradara hanya mengangguk pelan dan tidak mengatakan apa apa.
alyssa berpikir bagaimana mungkin adegan seperti ini bisa lulus sensor, walaupun katanya yg di rekam hanya bagian atas terutama ekspresi ( alyssa baru tahu di kemudian hari apa tujuan shooting film ini )
hengky kini mulai memompa tubuh alyssa, dan gadis itu pun sebenarnya mulai terangsang dan menikmati semua ini, ia menggoyangkan pantatnya seirama dengan pompaan hengky. pakian atas alyssa kemudian dibuka dan hengky mulai menyedoyt nyedot buah dada alyssa.
sutradara memerintahkan dua orang untuk melepas pakaian hengky , hingga kini hengky dan alyssa telanjang bulat di ranjang dan sutradara terus merekam setiap detail adegan percintaan itu.
geraman keras hengky dan semburan di vagina alyssa menandakan pria itu sudah orgasme, dan tak berapa lama giliran alyssa yg orgasme.
sutradara pun menutup adegan itu, dan alyssa kemudian diberi selamat oleh semua orang yg ada disana , bahwa ia telah menyelesaikn adegan dengan baik.
alyssa kemudian pergi ke toilet untuk membersihkan diri , dan ketika kembali ia melihat seorang lelaki muda yang tampan sedang berbicara dengan sutradara, dia adalah produser di rumah produksi ini , namanya resha atau reza kalo tak salah. sang sutradra ternyata sedang memuji muji alyssa dihadapan resha.
produser itupun kemudian menjajikan akan mengorbitkan alyssa menjadi superstar baru indonesia, ia pun memberikan undangan bagi alyssa untuk bertemu dengan beberapa eksekutif rumah produksi ini jam stengah delapan malam.
setengah delapan malam , alyssa tiba di rumah resha, ia disambut sang sutradara dan membawanya ke dalam , ternyata di dalam sudah menunggu ramesh dan punjabb, dua orang pemilik production house ini sedang menikmati minuman.
Mereka semua terlihat senang dan gembira melihat kedatangan alyssa dan menaymbutnya dengan hangat.
mereka pun duduk dan kemudian terlihat serius membicarakan karir alyssa di masa depan.
setelah beberapa lama , resha kemudian meminta alyssa memakai pakaian yg dipakainya saat shooting tadi, dengan alasan untuk lebih meyakinkan ramesh dan punjabb.
alyssa pun stuju dan segera masuk ke ruang ganti , sebelum masuk ke ruang ganti , resha mengingatkan agar tidak memakai apa apa lagi dibalik pakaian itu. tak ada waktu untuk menolak, alyssa setuju saja demi karirnya.
Sesaat stelah alyssa masuk dengan pakaian tadi, seluruh pria diruangan itu berdiri dan bertepuk tangan, mengagumi kecantikan dan kemolekan tubuh alyssa.
namun demikian alyssa merasa rikuh dengan pakaian ini, terutama pada resha yg duduk didepannya, pasti ia bisa melihat jelas, dengan putus asa alyssa melipat kaki dan terus menarik narik rok pendek itu ke bawah , seolah akan bisa menutupi pahanya.
tugas alyssa berikutnya adalah menari dengan pakaian itu.
alyssa pun mencoba menari dengan musik yg dipasang oleh resha, saat alyssa melakukan gerakan memutar, rok pendeknya akan terangkat , menampilkan pantat dan vaginanya yg tak tertutup.
tak berapa lama resha ikut bergabung menari denga alyssa , ia bahkan sempat mencium bibir alyssa, membuatnya merasa malu.
perlahan resha mengajak alyssa ke sofa dan mendudukan gadis itu di pangkuannya.
resha kembali sibuk mencium bibir gadis itu, sementara tangannya beraksi meremas buah dada gadis itu, jari yang lain bermain main di vaginanya.
ketika ramesh, punjabb dan sutradara kemudian pergi meninggalkan ruangan, alyssa merasa lega, dan kemudian iapun membalas ciuman resha dengan lebih panas.
pakaian atas alyssa dilepas oleh resha, kini ia leluasa meremasi buah dada ranum itu, smentara alyssa membalsnya dengan membuka kancing dan sleting celana resha dan mengeluarkan penis yg sudah menegang itu.
tiba tiba alyssa merasa pundaknya di sentuh seseorang, saat menoleh alyssa terkejut dan panik melihat ketiga orang tadi tealh kembali dan semuanya telanjang bulat.
alyssa mencoba bangkit namun resha menahannya, sang sutradara alias jati , kemudian menarik kepala alyssa dan dengan kasar mencoba memasukan penisnya ke mulut gadis itu.
saat penis itu masuk ke mulutnya, alyssa sedikit tersiksa dan tersedak karena panis itu mencapai tenggorknnya.
resha mengingatkan untuk tidak melawan atau ia akan mengalami hal yang lebih menyakitkan.
alyssa menyerah dan mulai mengulum penis jati.
kemudian resha berdiri dan melepaskan sisa pakaian yang masih melekat di alyssa, dan menyuruh gadis itu unutk berbaring di karpet.
resha membuka lebar kaki alyssa dan kemudian mengarahkan penisnya ke vagina gadis itu, dan mulai memompanya.
penis resha terasa sempit di jepitan vagina alyssa.
ramesh tak mau tinggal diam, ia meyuruh alyssa membuka mulutnya dan ia pun memasukan penis besarnya ke mulut mungil gadis cantik itu. dua orang yg lain sibuk bermain main dengan buah dada alyssa, sambil penisnya digenggam oleh tangan alyssa.
setelah beberapa lama , mereka berganti posisi, kini giliran jati yang menindih alyssa, agak sedikit repot karena tubuh jati lumyan gendut.
setelah ramesh , giliran punjabb yang menindih tubuh alyssa dan memompanya dengan kasar.
sementara alyssa sendiri tak dapat berdiam, mulutnya masih mengulum penis resha, dan kedua tangannya sibuk mengocok penis jati dan ramesh. dan dalam periode itu alyssa sudah beberapa kali orgasme.
kemudian resha menyuruh semuanya berhenti sejenak memberi nafas bagi alyssa.
namun sayang , adegan berikutnya malah lebih menyakitkan bagi alyssa, saat penisnya ditembus oleh jati, pantatnya pun tiba tiba berusaha ditembus oleh resha.
hal itu sangat menyakitkan bagi alyssa, ia memohon dan menangis namun tak diindahkan.
pantat alyssa terasa panas seaakan terbakar, dan ia tak mampu bertahan lebih lama lagi , ia menangis dan meronta ronta berusaha mlepaskan diri.
kedua orang itu menahan kuat alyssa, bahkan saat tangisan alyssa makin keras , jati menampar pipi gadis itu mneuruhnya berhenti menangis.
seakan siksaan alyssa belum cukup , ramesh malah menyodorkan penisnya ke mulut alyssa , namun hanya sesaat , ia pun menarik penisnya kembali.
kini posisi alyssa bagai sebuah sandwich, dengan jati di depan dan resha dibelakang.
ramesh berusaha mencari hiburan dengan meremas buah dada alyssa dan menyuruh alyssa untuk mengocok penisnya.
akhirnya jati hampir mencapai orgasme, ia menyuruh alyssa membuka mulut dan ia pun menyemburkan spermanya di mulut gadis itu, tak lama disusul oleh resha yg juga menyemburkan spermanya di mulut alyssa.
masih belum cukup mereka masih menyuruh alyssa mengocok ngocok semua penis pria yg ada disana, dan kemudian menyemburkannya ke seluruh tubuh alyssa, dan wajahnya, sehingga seolah ia bermandikan sperma.
alyssa akhirnya merasa tenang, karena semuanya sudah terpuaskan, ia pun terbarin di karpet dengan menarik nafas panjang.
sayang sekali, ternyata ini bukan akhirnya,,,karena ternyata punjabb mengundang beberapa teman bisnisnya malam itu untuk juga menikmati tubuh bintang baru ini.
melihat ada lagi yang datang, alyssa menangis dan memohon , karena ia sudah tak sanggup lagi menghadapainya, namun tak ada yang peduli.
terpaksa…sangat terpaksa alyssa harus melayani nafsu ketujuh pria itu. sekarang malah terlihat seperti pemerkosaan massal, saat alyssa hanya satu satunya perempuan yg harus menjadi object seksual.
semalam suntuk, mereka berganti posisi dan gaya , menyetubuhi gadis cantik ini.
hingga akhirnya mereka semua terpuaskan, alyssa tak bisa bangun dan hanya terbaring lemah di karpet di kelilingi boss boss dunia hiburan, yang ternyata tak segmerlap kelihatnnya.
alyssa pun jatuh tertidur.
pagi hari , seluruh tubuh alyssa terasa sakit, ia bhakan tak mampu untuk bangun.
orang orang itu ternyata punya rasa iba juga, mereka membawa alyssa ke kamar mandi , memandikannya dan memakaikannya pakaian, lalu menagntar pulang.
alyssa akhirnya sesuai janji diorbitkan menjadi seorang bintang muda “berbakat” , rumah produksi mengeksposnya secara besar besaran agar namanya cepat meroket, berbagai gosip dirancang agar namanya tetap beredar di masyarakt.
tapi di balik layar , alyssa masih harus menjadi budak seks para petinggi rumah produksi itu, meski pun mereka tidak lagi memakai alyssa secara massal , namun alyssa harus selalu menuruti panggilan panggilan mereka swaktu waktu.
alyssa sudah melihat contoh para artis yg menolak “bekerja sama” , mereka tiba tiba didera gosip yg tidak mengenakkan, tidak lagi dilibatkan dalam produksi, dan yang lebih parah, adegan bugil bahkan seksnya bisa saja beredar di kalangan luas terutama di internet

Cerita Darah perawan

Cerita Darah perawan - Aku sudah berkeluarga, tapi aku punya WIL yang juga sangat kucintai. Aku sudah menganggap ia sebagai istriku saja. Karena itu aku akan memanggilnya dalam cerita ini sebagai istriku. Dari obrolan selama ini ia mengatakan bahwa ia ingin melihatku 'bercinta' dengan wanita lain. Akhirnya tibalah pengalaman kami ini.

Siang di hari Sabtu itu terasa panas sekali, tiupan AC mobil yang menerpa langsung ke arahku dan 'istriku' kalah dengan radiasi matahari yang tembus melalui kaca-kaca jendela. Aku sedang melaju kencang di jalan tol menuju arah Bogor untuk suatu keperluan bisnis. Seperti telah direncanakan, kubelokkan mobil ke arah pom bensin di Sentul. setelah tadi tak sempat aku mengisinya. Dalam setiap antrian mobil yang cukup panjang terlihat ada gadis-gadis penjaja minuman berenergi. Sekilas cukup mencolok karena seragamnya yang cukup kontras dengan warna sekelilingnya.

Dari sederetan gadis-gadis itu tampak ada seorang yang paling cantik, putih, cukup serasi dengan warna-warni seragamnya. Ia terlalu manis untuk bekerja diterik matahari seperti ini walaupun menggunakan topi. Tatkala tersenyum, senyumnya lebih mengukuhkan lagi kalau di sini bukanlah tempat yang pantas baginya untuk bekerja. Aku sempat khawatir kalau ia tidak berada di deretanku dan aku masih hanyut dalam berbagai terkaan tentangnya, aku tidak sempat bereaksi ketika ia mengangguk, tersenyum dan menawarkan produknya. Akhirnya dengan wajah memohon ia berkata, "Buka dong kacanya.." Segera aku sadar dengan keadaan dan refleks membuka kaca jendelaku. Istriku hanya memperhatikan, tidak ada komentar.

Meluncurlah kata-kata standar yang ia ucapkan setiap kali bertemu calon pembeli. Suaranya enak didengar, tapi aku tak menyimaknya. Aku malah balik bertanya, "Kamu ngapain kerja di sini?"
"Mom, kita kan masih perlu sekretaris, kenapa tidak dia aja kita coba."
"Ya, boleh aja", jawab istriku.
"Gimana mau?" tanyaku kepada gadis itu.
"Mau.. mau Mas", katanya.

Setelah kenalan sebentar dan saling tukar nomor telepon, kulanjutkan perjalananku setelah mengisi bensin sampai penuh. Istriku akhirnya tahu kalau maksudku yang utama hanyalah ingin 'berkenalan' dengannya. Ia sangat setuju dan antusias.

Malam sekitar jam 20:00 HP istriku berdering, sesuai pembicaraan ia akan datang menemui kami. Setelah diberi tahu alamat hotel kami, beberapa saat kemudian ia muncul dengan penampilan yang cukup rapi. Ia cepat sekali akrab dengan istriku karena ternyata berasal dari daerah yang sama yaitu **** (edited), Jawa Barat. Tidak sampai setengah jam kami sudah merasa betul-betul sebagai suatu keluarga yang akrab. Ia sudah berani menerima tawaran kami untuk ikut menginap bersama. Ia sempat pamit sebentar untuk menyuruh sopir salah satu keluarganya untuk pulang saja, dan telepon ke saudaranya bahwa malam itu ia tidak pulang.

Setelah cerita kesana-kemari akhirnya obrolan kami menjurus ke masalah seks. Setelah agak kaku sebentar kemudian suasana mencair kembali. Kini dia mulai menimpali walau agak malu-malu. Singkat cerita dia masih perawan, sudah dijodohkan oleh keluarganya yang ia belum begitu puas. Keingintahuannya terhadap masalah seks termasuk agak tinggi, tapi pacarnya itu sangat pemalu, termasuk agak dingin dan agak kampungan walau berpendidikan cukup. Kami ceritakan bahwa dalam masalah seks kami selalu terbuka, punya banyak koleksi photo pribadi, bahkan kali ini kami ingin membuat photo ketika 'bercinta'.

"Udah ah, kita sambil tiduran aja yuk ngobrolnya", ajak istriku.
"Nih kamu pakai kimono satunya", kata istriku sambil memberikan baju inventaris hotel. Sedangkan aku yang tidak ada persiapan untuk menginap akhirnya hanya menggunakan kaos dan celana dalam. Ia dan istriku sudah merebahkan badannya di tempat tidur, kemudian aku menghampiri istriku langsung memeluknya dari atas. Kucumbu istriku dari mulai bibir, pipi, leher, dan buah dadanya. Istriku mengerang menikmatinya. Aku menghentikan cumbuanku sejenak kemudian meminta tamu istimewaku untuk mengambil photo dengan kamera digital yang selalu kami bawa. Tampak ia agak kikuk, kurang menguasai keadaan ketika aku menolehnya.

Setelah aku mengajarinya bagaimana menggunakan kamera yang kuberikan itu, kemudian kuteruskan mencumbu istriku. Dengan telaten kucumbu istriku dari ujung kepala sampai ujung kaki. Kini tamuku tampaknya sudah menguasai keadaan, ia dengan leluasa mengintip kami dari lensa kamera dari segala sudut. Akhirnya istriku mencapai klimaksnya setelah liang senggamanya kumainkan dengan lidah, dengan jari, dan terakhir dengan batang istimewaku. Sedangkan aku belum apa-apa.

"Sekarang gantian Rin, kamu yang maen aku yang ngambil photonya", kata istriku.
"Ah Mbak ini ada-ada aja", kata Rini malu-malu.
Sebagai laki-laki, aku sangat paham dari bahasa tubuhnya bahwa dia tidak menolak. Dalam keadaan telanjang bulat aku berdiri dan langsung memeluk Rini yang sedang memegang kamera. Tangan kirinya ditekuk seperti akan memegang pinggangku, tapi telapaknya hanya dikepal seolah ragu atau malu. Kuraih kamera yang masih di tangan kanannya kemudian kuberikan kepada istriku.

Kini aku lebih leluasa memeluk dan mencumbunya, kuciumi pipi dan lehernya, sedang tanganku terus menggerayang dari pundak sampai lekukan pantatnya. Pundaknya beberapakali bergerak merinding kegelian. Kedua tangannya kini ternyata sudah berani membalas memelukku. Kemudian aku memangkunya dan merebahkannya di tempat tidur. Kukulum bibir mungilnya, kuciumi pipinya, kugigit-gigit kecil telinganya, kemudian kuciumi lehernya punuh sabar dan telaten. Ia hanya mendesah, kadang menarik nafas panjang dan kadang badannya menggelinjang-gelinjang.

Tidak terlalu susah aku membuka kimononya, sejenak kemudian tampak pemandangan yang cukup mempesona. Dua bukit yang cukup segar terbungkus rapi dalam BH yang pas dengan ukurannya. Kulitnya putih, bersih dengan postur badan yang cukup indah. Sejenak aku menoleh ke bawah, tampak pahanya cukup menawan. Sementara itu onggokan kecil di selangkangan pahanya yang terbungkus CD menambah panorama keindahan.

Ia tidak menolak ketika aku membuka BH-nya, demikian juga ketika aku melepaskan kimononya melewati kedua tangannya. Kuteruskan permainanku dengan mengitari sekitar bukit-bukit segar itu. Seluruh titik di bagian atasnya telah kutelusuri tidak ada yang terlewatkan, kini kedua bukti itu kuremas perlahan. Ia mendesah, "Eeehhh.."

Tatkala kukulum puting susunya, badannya refleks bergerak-gerak, desahnya pun semakin jelas terdengar. Kuulangi lagi cumbuanku dari mulai mengulum bibirnya, mencium pipinya, kemudian lehernya. Kemudian kuciumi lagi bukit-bukit indah itu, dan kemudian kupermainkan kedua puting susunya dengan lidahku. Gelinjangnya semakin terasa bergerak mengiringi desahannya yang terasa merdu sekali.

Petualanganku kuteruskan ke bagian bawahnya. Ia mencegah ketika aku akan membuka CD-nya yang merupakan pakaian satu-satunya yang tersisa. "Ya nggak usah dibuka" ujarku, "Aku elus-elus aja ya bagian atasnya pakai punyaku", bujukku. Ia tidak bereaksi, tapi aku langsung saja menyingsingkan CD-nya ke bawah. Tampaklah dua bibir yang mengapit lembah cintanya dihiasi bulu-bulu tipis. Kupegang burungku sambil duduk mengangkang di atas kedua pahanya, kemudian kuelus-eluskan burung itu ke ujung lembah yang sebagian masih tertutup CD. Agak lama dengan permainan itu, akhirnya mungkin karena ia juga penasaran, maka ia tidak menolak ketika kulepaskan CD-nya.

Kini kami sama-sama telanjang, tak satu helai benang pun yang tersisa. Kuteruskan permainan burungku dengan lebih leluasa. Tak lama kemudian cairan kenikmatannya pun sudah meleleh menyatakan kehadirannya. Burungku pun lebih lancar menjelajah. Tapi karena lembahnya masih perawan agak susah juga untuk menembusnya.

Ketika kucoba untuk memasukkan burungku ke dalam lembah sorganya, tampak bibir-bibir kenikmatannya ikut terdorong bersama kepala burungku. Menyadari alam yang dilaluinya belum pernah dijamah, aku cukup sabar untuk melakukan permainan sampai lembah kenikmatannya betul-betul menerimanya secara alami. Gelinjang, desahan, dan ekspresi wajahnya yang sedang menahan kenikmatan membuatku semakin bersemangat dan lebih percaya diri untuk tidak segera ejakulasi. Ia sudah tidak menyadari apa yang sedang terjadi. Akhirnya kepala burungku berhasil menembus lubang kenikmatan itu.

Kuteruskan permainanku dengan mengeluarkan dan memasukkan lagi kepala burungku. Ia merintih kenikmatan, ia pasrah saja dengan keadaan yang terjadi, karena itu aku yakin bahwa rintihan itu bukan rintihan kesakitan, kalaupun ada, maka akan kalah dengan kenikmatan yang diperolehnya. Selanjutnya kulihat burung yang beruntung itu lebih mendesak ke dalam. Aku sudah tidak tahan untuk memasukkan seluruh burungku ke tempatnya yang terindah.

Kemudian kurebahkan badanku di atas tubuhnya yang indah, kuciumi pipinya sambil pantatku kugerakkan naik turun. Sementara burungku lebih jauh menjangkau ke dalam lembah nikmatnya. Akhirnya seluruh berat badanku kuhempaskan ke tubuh mungil itu. Dan.., "Blesss...." seluruh burungku masuk ke dalam surga dunia yang indah. Ia mengerang, gerakan burungku pun segera kuhentikan sampai liang kewanitaannya menyesuaikan dengan situasi yang baru.

Setelah agak lama aku pun mulai lagi memainkan gerakan-gerakanku dengan gentle. Kini ia mulai mengikuti iramaku dengan menggerak-gerakkan pinggulnya. Selang berapa lama kedua tangannya lekat mencengkram punggungku, kakinya ikut menjepit kedua kakiku. Kemudian muncul erangan panjang diikuti denyut-denyut dari lembah sorganya. "Eeehhh..." desahnya. Aku pun sudah tidak tahan lagi untuk menumpahkan seluruh kenikmatan, segera kucabut burungku kemudian kumuntahkan di luar dengan menekan ke selangkangannya. "Eeehhh..." erangku juga. Kami berdua menarik nafas panjang.

Setelah agak lama kemudian aku duduk, kuraih kaos dalamku kemudian aku mengelap selangkangnya yang penuh dengan air kenikmatanku. Tampak tempat tidurnya basah oleh cairan-cairan bercampur bercak-bercak merah. Ia pun segera duduk, sejenak dari raut wajahnya tampak keraguan terhadap situasi yang telah dialaminya. Aku dan istriku memberi keyakinan untuk tidak menyesali apa yang pernah terjadi.

Besok paginya aku sempat bermain lagi dengannya sebelum check out. Betul-betul suatu akhir pekan yang susah dilupakan. Akhirnya ia kutitipkan bekerja di perusahaan temanku

Budak Nafsu Gila Abg

Budak Nafsu Gila Abg - Aku sedang membanting pantatku di jok belakang taxi, ketika dering HP-ku memanggil. Kuperhatikan jelas sekali bahwa ini nomor yang sama dari dua kali panggilan tadi. Tapi karena aku merasa tidak mengenalnya, aku sama sekali tidak menanggapinya.
“Kenapa tidak diangkat, Bang..?” tanya sopir taxi yang sekilas melihatku lewat spionnya.
“Buat apa. Paling-paling wartawan ‘bodrek’. Menawarkan berita kemenanganku ini di koran kelas ‘teri’-nya. Bosen aku berurusan dengan mereka..!” sahutku sambil kuperhatikan sekali lagi secara kilas dua medali emas dan piala juara favorit kejuaraan binaraga kelas junior ini.
Taxi meluncur kencang membawaku pulang ke rumah kontrakanku di daerah Radio Dalam. Taxi masih melenggang di atas aspalan Sudirman ketika nomor HP itu muncul lagi di layar HP-ku. Berdering dan berdering minta diangkat. Terpaksa kali ini aku menerimanya dengan malas.
“Hai Andre, sombong bener sih, nggak mau terima telponku. Kenapa..?”
“Sori Mbak. Ini siapa, dan ada apa..? Aku merasa nggak kenal anda.”
“Benar. Kita belum pernah saling kenal kok. Tapi aku selalu memantau kemajuanmu dalam bertanding binaraga. Pokoknya aku selalu mengikutimu kemana kamu berlaga memamerkan tubuhmu yang berotot kekar tapi indah dan seksi sekali itu. Aku senang sekali. Banyak teman-temanku yang mengidolakan dirimu lho Mas. Kupikir masa depanmu pasti cerah sekali di dunia binaraga. Gimana nih, kami mau kenalan lebih dekat lagi, juga foto-foto bersama atlet idola kami. Bagaimana Mas..?”
Aku sejenak berpikir. Siapa sih mereka? Apa maksudnya? Kalau aku tolak, aku merasa merendahkan atau menyepelekan apa yang namanya fans atau penggemar. Fans atau penggemar, apalagi wartawan itu adalah jalur yang tidak boleh kulawan. Mereka harus kurangkul dan akrabi. Begitu nasehat teman-teman seniorku di dunia olahraga yang banyak penggemarnya.
“Baiklah. Dimana ini kalian semua..?” tanyaku setelah menghelakan nafasku.
Sebuah daerah pemukiman elite disebutkan suara cewek itu. Permata Hijau. Aku segera minta sama sopir taxi segera meluncur ke alamat yang dituju. Kuperhatikan jam tanganku sudah menunjukkan pukul 23.45 tepat. Waktuku untuk istirahat. Tapi demi fans, aku rela membagi waktuku dengan mereka.
Rumah mewah itu memang terlihat sepi, gelap, dengan halamanya yang terlihat teduh. Berlantai tiga dengan gaya arsitektur spanyol yang unik. Bergegas aku segera turun dan kuperhatikan sejenak taxi telah menghilang di tikungan jalan. Kembali aku perhatikan alamat rumah yang kutuju itu. Aku segera menyelinap masuk ke dalam halamannya setelah membuka sedikit pintu gerbangnya yang dari besi dicat hitam. Hujan mendadak turun dengan rintik-rintik. Berburu aku lari kecil menuju teras yang tinggi, karena aku mesti menaiki anak tangganya.
Aku dengan tidak sabaran menekan-nekan bel pintunya yang yang tampak sekali aneh bagiku, sebab tombol bel itu berupa puting susu dari patung dada wanita. Tidak berapa lama, pintu model tarung kuku itu terbuka. Aku seketika berdecak kagum dan ‘ngiler’ berat melihat figur penggemarku ternyata anak baru tumbuh yang bertubuh seksi.
“Mas Andre, ya? Ayo Mas, dua temanku sudah tak sabar nungguin Mas. Biar kubawakan pialanya.. yuk..!” ujar gadis berusia sekitar 17 tahun itu ramah sekali menyambar piala dan tas olahragaku.
Aku menyibakkan sebentar rambut gondrongku yang basah sedikit ini, sambil sejenak kuperhatikan gadis itu menutup dan mengunci kembali pintunya.
“Ng.., maaf, belum kenalan..,” gumamku perlahan membuat gadis berambut pendek cepak ala tentara cowok itu menghentikan langkahnya lalu memutar tubuhnya ke arahku sambil mengumbar senyun manisnya.
“Oh ya, aku Tami..,” sahutnya menjabat tanganku erat-erat.
Hm, halus dan empuk sekali jemari ini, seperti tangan bayi.
Tami yang berkulit kuning langsat itu melirik ke sebelah, di mana dari balik korden muncul dua temannya. Semua seusia dirinya.
“Ayo pada kenalan..!” sambung Tami.
Malam ini Tami memakai kaos singlet hitam ketat dan celana pendek kembang-kembang ketat pula, sehingga aku dapat dengan jelas melihat sepasang pahanya yang mulus halus. Bahkan aku dapat melihat, bahwa Tami tidak memakai BH. Jelas sekali itu terlihat pada dua bulatan kecil yang menonjol di kedua ujung dadanya yang kira-kira berukuran 32.
“Lina..,” ujar gadis kecil lencir berambut panjang sepinggangnya itu menjabat tanganku dengan lembut sekali.
Gadis ini berkulit kuning bersih dengan dadanya yang kecil tipis. Dia memakai kaos singlet putih ketat dan celana jeans yang dipotong pendek berumbai-rumbai. Lagi-lagi Lina, gadis cantik beralis tebal itu sama seperti Tami. Tidak memakai BH. Begitupun Dian, gadis ketiga yang bertubuh kekar seperti laki-laki itu dan berambut pendek sebatas bahunya yang kokoh. Kulitnya kuning langsat dengan kaos ketat kuning dan celana pendek hitam ketat pula. Hanya saja, dada Dian tampak paling besar dan kencang sekali. Lebih besar daripada Tami. Cetakan kedua putingnya tampak menonjol ketat.
Aku dapat melihat pandangan mata mereka sangat tajam ke arah tubuhku. Aku pikir iru maklum, sebab idola mereka kini sudah hadir di depan mata mereka.
“Dimana mau foto-foto bersamanya..?” tanyaku yang digelandang masuk ke ruang tengah.
“Sabar dulu dong Mas, kita kan perlu ngobrol-ngobrol. Kenalan lebih dalam, duduk bareng.. gitu. Santai saja dulu lah.. ya..?” sahut Dian menggaet lengan kananku dan mengusap-usap dadaku setelah ritsluting jaket trainingku diturunkan sebatas perutku.
“Ouh, kekar sekali. Berotot, dan penuh daging yang hebat. Hm..,” sambungnya sedikit bergumam sembari menggerayangi putingku dan seluruh dadaku.
Aku jadi geli dan hendak menampik perlakuannya. Tapi kubatalkan dan membiarkan tangan-tangan ketiga gadis ABG itu menggerayangi dadaku setelah mereka berhasil melepas jaketku.
Kuakui, aku sendiri juga menikmati perlakakuan istimewa mereka ini. Kini aku dibawa ke sebuah kamar yang luas dengan dinding yang penuh foto-foto hasil klipingan mereka tentang aku. Aku kagum. Sejenak mereka membiarkanku terkagum dan menikmati karya mereka di tembok itu.
“Bagaimana..?” tanya Lina mendekati dan merangkul lengan kiriku.
Lagi-lagi jemari tangan kirinya menggerayangi puting dan dadaku. Kudengar nafas Lina sudah megap-megap. Lalu Dian menyusul dan memelukku dari belakang, menggerayangi dadaku dan menciumi punggungku. Kini aku benar-benar geli dibuatnya.
“Sudahlah, lebih baik jangan seperti ini caranya. Katanya mau foto-foto..?” kataku mencoba melepaskan diri dari serbuan bibir dan jemari mereka.
“Iya, betul sekali. Lihat kemari Mas Andre..!” sahut Tami yang berdiri di belakangku.
Aku segera membalikkan tubuhku dan seketika aku terkejut. Mataku melotot tidak percaya dengan penuh ketidaktahuan dan ngerti semua ini.
“Ada apa ini, apa-apa ini ini..? Kalian mau merampokku..?” tanyaku protes melihat Tami sudah menodongkan pistol otomatis yang dilengkapi dengan peredam suara itu ke arah kepalaku.
“Ya. Merampok dirimu. Jiwa dan ragamu. Semuanya. Ini pistol beneran. Dan kami tidak main-main..!” sahut Tami dengan wajah yang kini jadi beringas dan ganas.
Begitupun Lina dan Dian. Sebuah letupan menyalak lembut dan menghancurkan vas bunga di pojok sana. Aku terhenyak kaget. Mereka berdua memegangi lengananku dengan kuat sekali. Aku hampir tidak percaya dengan tenaga mereka.
“Tidak ada foto. Tapi, di ruangan ini, kami memasang beberapa kamera video yang kami setel secara otomatis. Setiap ruangan ada kamera dan kamera. Semua berjalan otomatis sesuai programnya. Copot celananya, Lin..!” ujar Tami membentak.
Aku hendak berontak, tapi dengan kuat Dian memelintir lenganku.
“Ahkk..!”
“Jangan macem-macem. Menurut adalah kunci selamatmu. Ngerti..!” bentak Dian tersenyum sinis.
Celana trainingku kini lepas, berikut sepatuku dan kaos kakinya. Lina sangat cepat melakukannya. Kini aku hanya memakai cawat hitam kesukaanku yang sangat ketat sekali dan mengkilap. Bahkan cawat ini tidak lebih seperti secarik kain lentur yang membungkus zakar dan pelirku saja. Sebab karetnya sangat tipis dan seperti tali.
“Kamu memang seksi dan kekar..,” ucap Tami mendekati dan menggerayangi zakarku.
“Iya Tam. Sekarang aja ya, aku udah nggak sabar nih..!” sahut Dian mengelus-elus pantatku.
“Sama dong. Tapi siapa duluan..?” sahut Lina mengambil sebotol minyak tubuh untuk atlet binaraga.
Kulihat mereknya yang diambil Lina yang paling mahal. Tampaknya mereka tahu barang yang berkualitas.
“Diam dan diam, oke..?” kata Lina menuangi minyak itu ke tangannya.
Begitupun Dian dan Tami. Segera saja jemari-jemari tangan mereka mengolesi seluruh tubuhku dengan minyak. Bergantian mereka meremas-remas batang zakarku dan buah pelirku yang masih memakai cawat ini dengan penuh nafsu. Aku kini sadar, mereka fans yang maniak seks berat. Walau masih ABG. Dengan buas, Tami merengut cawatku dengan pisau lipatnya, yang segera disambut tawa ngakak temannya. Zakarku memang sudah setengah berdiri karena dorongan dan rangsangan dari stimulasi perbuatan mereka. Bagaimanapun juga, walau dalam situasi yang tertekan, aku tetap normal. Aku tetap terangsang atas perlakuan mereka.
“Ouh, sangat besar dan panjang. Gede sekali Lin..,” ucap Dian kagum dan senang sembari menimang-nimnag zakarku.
Sedangkan Tami meremas-remas buah pelirku dengan gemas sekali, sehingga aku langsung melengking sakit.
“Duh, rambut kemaluannya dicukur indah. Apik ya..!” sahut Dian mengusap potongan bentuk rambut kemaluanku yang memang kurawat dengan mencukur rapi.
“Auuhk.., jangan. Jangan.., sakit..!” ucapku yang malah bikin mereka tertawa senang.
Lina sendiri menciumi daging zakarku dan menjilat-jilat buas pelirku. Aku tetap berdiri dengan kedua kakiku agak terbuka.
Mereka dengan buasnya menjilati dan menciumi zakar dan buah pelirku serta pantatku.
“Ouh.. jangan.. aauhk.. ouhhk.. aahkk..!” teriak-teriak mulutku terangsang hebat.
Hal itu membuat Tami jadi ganas dalam mengocok-ngocok batang zakarku. Sedangkan Lina gantian meremas-remas buah pelirku. Sementara Dian menghisap putingku dan memelintirnya, sehingga putingku jadi keras dan kencang. Kedua tanganku kini berpegangan pada tubuh mereka, karena dorongan birahiku yang mendadak itu. Aku kian menjerit-jerit kecil dan nikmat. Teriakan mereka yang diselingi tawa senang kian menambah garang perlakuan mereka atas tubuh telanjangku.
Bergantian mereka mngocok-ngocok zakarku hingga kian mengeras dan memanjang hebat. Bahkan mereka dengan buasnya bergantian menyedot-nyedot zakarku dengan memasukan ke dalam mulut mereka, sampai-sampai mereka terbatuk-batuk karena zakarku menusuk kerongkongan mereka.
“Nikmat sekali zakarnya, hmm.., coba diukur Dian. Berapa panjang dan besarnya, aku kok yakin, ini sangat panjang..!” ujar Tami sambil terus mengulum-ngulum dan menjilati zakarku.
Dian segera mengukur panjang dan besarnya zakarku.
“Gila, panjangnya 23 sentimeter, dan garis lingkarnya.. hmm.., 18 senti. Apa-apaan ini. Kita pasti terpuaskan. Dia pasti hebat dan kuat..!” ujar Dian kagum sambil mengikat pangkal batang zakarku dengan tali sepatu secara kuat.
Begitupun pangkal buah pelirku diikat tali sepatu sendiri. Sementara Lina gantian kini yang mengocok-ngocok zakarku sambil mengulum-ngulumnya. Karuan saja, zakarku jadi tambah keras dan merah panas membengkak hebat. Otot-ototnya mengencang ganas. Aku kian menjerit-jerit tidak kuat dan tidak kuasa lagi menahan spermaku yang hendak muncrat ini.
Mendengar itu, Lina mencopot lagi tali sepatuku di batang zakarku dan pelirku. Cepat-cepat mereka membuka mulutnya lebar-lebar di depan moncong zakarku sambil terus mengocok-ngocok paling ganas dan kuat.
“Creet.. croot.. creet.. srreet.. srroott.. creet..!” menyembur spermaku yang mereka bagi rata ke mulutnya masing-masing.
Bergantian mereka menjilati sisa-sisa spermaku sambil mengurut-ngurut batang zakarku agar sisa yang masih di dalam batang zakarku keluar semua.
“Hmm.. nikmat sekali. Enak..!” ucap Diam senang.
“Iya, spermanya ternyata banyak sekali.. kental..!” sahut Lina.
“Ayo, ikat dia di ruang penyiksaan. Cepat..!” perintah Tami berdiri, diikuti Lina dan Dian.
Sedangkan aku masih lemas. Rasa-rasanya mau hancur badanku. Aku nurut saja perintah mereka. Memasuki ruang penyiksaan.
Apa pula itu? Mereka dengan cepat memasang gelang besi di kedua tangan dan kakiku. Rantai besi ditarik ke atas. Kini tubuhku merentang keras membentuk huruf X. Posisi badanku dibikin sejajar dengan lantai yang kira-kira setinggi satu meteran itu. Lampu menyorot kuat ke arahku. Keringatku menetes-netes deras.
“Siapa kalian ini sebenarnya..?” tanyaku memberanikan diri.
“Diam..! Tak ada pertanyaan. Dan tak boleh bertanya. Pokoknya menurut. Kamu kini budak kami. Ngerti..!” bentak Tami mencambuk dadaku dan punggungku dengan cambuk yang berupa lima utas kulit yang ujungnya terdapat bola berduri. Sakitnya luar biasa.
Mendadak Dian membuka lantai di bawahku. Aku kaget, rupanya di bawah sana ada liang seukuran kira-kira lebar 50 senti dan panjang dua meteran. Dan di lubang sedalam kira-kira satu meteran itu terdapat tumpukan batu bara yang membara panas sekali! Pantas saja, tadi kakiku sempat merasakan panasnya lantai ubin ini. Walau kini tubuhku setinggi kurang dari dua meter dari bara, tapi aku masih kuat merasakan betapa panasnya batu bara itu uapnya membakar kulit tubuhku bagian belakang.
“Cambuk terus..! Sirami dengan minyak dan jus tomat..!” perinta Tami mencambuki kakiku.
Sedangkan Lina mencambuki dadaku. Dian mencambuki punggungku. Panas dan pedih, semua bercampur jadi satu. Bersamaan mereka juga mencambuki zakar dan pelirku yang masih setengah tegang ereksinya. Batu bara yang tertimpa minyak dan jus tomat itu mengeluarkan asap panas yang segera membakar kulitku. Entah, di menit keberapa aku bertahan. Yang jelas tidak lama kemudian aku pingsan.
Saat terbangun, ternyata aku sudah terbaring di atas ranjang luas dan empuk bersprei putih kain satin. Tapi kondisiku tidak jauh beda dengan disiksa tadi. Kedua tanganku dirantai di kedua ujung ranjang bawah, sedangkan badanku melipat ke atas karena kedua kakiku ditarik dan rantainya diikatkan di kedua ujung ranjang atas kepalaku, sehingga dalam posisi seperti udang ini, aku dapat melihat anusku sendiri.
Sebuah bantal mengganjal punggungku. Lampu menyorotku. Tiba-tiba Lina sudah mengakangi wajahku. Dan dia telanjang bulat. Kulihat vaginanya yang mengarah ke wajahku itu bersih dari rambut kemaluan. Rupanya telah dipangkas bersih.
“Jilati, nikmati lezatnya kelentitku dan vaginaku ini. Cepat..!” teriak Lina menampar wajahku dua kali sambil kemudian membuka bibir vaginanya dan menjejalkannya ke mulutku. Terpaksa, aku mulai menjilati vagina dan seluruh bagian di dalamnya sambil menghisap-hisapnya.
Lina mulai menggerinjal-gerinjal geli dan nikmat sambil meremas-remas sendiri duah dadanya dan puting-puting susunya yang kecil itu. Kulihat selintas datang Dian dan Tami yang juga telanjang bulat. Sejenak mereka berdua saling berpelukan dan berciuman. Mereka ternyata lesbian..! Lina segera beranjak berdiri.
“Lakukan dulu Lin, kami sedang mood nih..!” ujar Tami mencimui vagina Dian yang berbaring di sebelahku sambil menggerinjal-gerinjal geli.
Kedua tangan Dian meremas-remas sendiri buah dadanya. Lina segera saja mengambil boneka zakar yang besar dan lentur. Segera saja Lina menuangi anusku dengan madu, serta merta gadis itu menjilati duburku. Aku jadi geli.
Kini jemari Lina mulai mengocok-ngocok zakarku, setelah sebelumnya mengikat pangkal buah pelirku secara kuat.
“Ouh.. aduh.., aahhk..,” teriakku mengerang sakit dan nikmat.
Lina dengan cepat segera menusukkan boneka zakar plastik itu ke dalam lobang anusku. Karuan saja aku menjerit sakit. Tapi Lina tidak perduli. Zakar plastik itu sudah masuk dalam dan dengan gila, Lina menikam-nikamkan ke anusku. Aku menjerit-jerit sejadinya. Sementara tangan satunya Lina tetap mengocok-ngocok zakarku sampai ereksi kembali dengan kerasnya.
Tiba-tiba Tami mengakangi wajahku dan mengencingi wajahku.
“Diminum. Minum pipisku.. cepat..!” perintah Tami menanpar-nampar pantatku.
Terpaksa, kutelan pipis Tami yang pesing itu. Rasanya aku mau muntah. Lebih baik menjilati vaginanya, ketimbang meminum pipisnya. Tami tertawa ngakak sambil mengambil alih mengocok zakarku dengan buas.
“Gantian..!”ujar Dian menggantikan posisi Tami.
Pipis lagi. Aku kini kenyang dengan pipis mereka. Tubuhku basah oleh pipis mereka. Lina masih menusuk-nusuk duburku dengan zakar plastiknya. Pelan-pelan rantai dilepas, tapi Lina malah membenamkan zakar plastik itu dalam-dalam di anusku. Kakiku dibuat mengangkang. Dengan buas, satu persatu memperkosaku.
“Auhk.. aahk.. ouhkk.. yeaah.. ouh..!” teriak-teriak mulut mereka menggenjot di atas tubuhnya setelah memasukkan zakarku ke dalam vaginanya.
“Ouh.. ouhk, tidak.. ahhk.. ahhk..!” menjeritku kesakitan karena sperma yang mestinya muncrat tertahan oleh tali ikatan itu.
Cambuk kembali melecuti dadaku. Pokoknya tidak ada yang diam nganggur. Saat Tami menggagahiku, Lina mencambuk. Dian menetesi puting susuku dengan cairan lilin merah besar. Atau menyirami lilin panas itu ke anusku. Saking tidak kuatnya aku, kini aku jatuh pingsan lagi.
Entah berapa lama aku pingsan. Saat terbangun, banyak spermaku yang tercecer di perutku. Tidak ada rantai. Tidak ada lilin. Bahkan mereka juga tidak ada di sekitarku. Kemana mereka? Perlahan aku beranjak berdiri, tertatih-tatih mencari pakaianku. Tubuhku penuh barut bekas cambuk dan lilin mengering. Luar biasa sakit dan pedihnya tersisa kurasakan.
Secarik kertas ditinggalkan mereka bertiga untukku. Kubaca dengan muak dan geram.
Trim atas waktumu. Tapi kami belum puas menikmatimu. Kami pasti datang lagi untuk kepuasan kami. Kami pergi karena ada mangsa baru yang lebih lemah tapi kuat seksnya. Kalau kamu tolak, kami edarkan videonya. Awas, kamu kini adalah ‘anjing’ seks kami.